Zubair bin Awwam, Kisah Keimanan Sang Hawari Rasulullah shalallahu alaihi wasallam

Ketika Zubair bin Awwam sedang berada di rumahnya di Makkah, tiba-tiba dia mendengar suara teriakan yang berbunyi, “Muhammad bin ‘Abdullah telah terbunuh!” .

Mendengar itu, Zubair pun keluar dalam keadaan telanjang dan tidak mengenakan sesuatu pun yang menutupi tubuhnya. Dia keluar sambil memegang pedangnya guna mencari orang yang telah membunuh Rasulullah  shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena dia ingin membunuh orang tersebut.

Baca lebih lanjut

Mengenal Zubair bin Awwam radhiyallahu’anhu

Zubair bin Awwam adalah salah seorang sahabat yang mulia. Ia termasuk 10 orang yang dijamin masuk surga walaupun ia belum meninggal dunia. Ia salah seorang dari enam ahli syura, yang memusyawarahkan pengganti khalifah Umar bin Khattab, ini merupakan pengakuan terhadap keilmuan dan kematangannya.

Nasab Sahabat Zubair bin Awwam

Zubair merupakan keponakan dari ibunda Khadijah radhiallahu ‘anha, karena ayahnya adalah saudara laki-laki sang ummul mukminin.

Baca lebih lanjut

Latar Belakang Perpecahan Para Sahabat Dalam Perang Jamal

Karena Ali menganggap Muawiyah membangkang, ia pun memutuskan mengambil sikap tegas. Ia berangkat ke Syam untuk memerangi gubernurnya itu. Dalam perselisihan ini, kita harus tetap menjaga adab terhadap para sahabat. Dua orang sahabat Nabi berselisih. Mereka berijtihad dengan argumentasi masing-masing.

Ali berpendapat bahwa pembunuh Utsman tidak bisa ditangkap dan dieksekusi sesegera mungkin. Alasanya jumlah mereka banyak. Mereka mengepung Madinah. Mengeksekusi mereka saat itu akan membuat kekacauan dan pertumpahan darah yang lebih besar. Ditambah lagi para pelaku belum bisa diketahui dengan detil. Sehingga hukum sulit ditegakkan.

Baca lebih lanjut

Apakah Aisyah Berniat Memerangi Ali dalam Perang Jamal ?

Oleh : Asy-Syaikh Yusuf bin ’Abdillah bin Yusuf Al-Wabil hafidhahullah.

Di antara fitnah yang terjadi setelah terbunuhnya ‘Utsman bin ‘Affan radliyallaahu ’anhu adalah terjadinya perang Jamal yang terkenal antara ‘Ali bin Abi Thalib dengan ‘Aisyah, Thalhah, dan Az-Zubair radliyallaahu ‘anhum.

Kronologi peristiwa ini adalah ketika terbunuhnya ‘Utsman, maka orang-orang mendatangi ‘Ali di Madinah dimana mereka berkata kepadanya : ”Ulurkan tanganmu, kami akan berbaiat kepadamu”. ‘Ali berkata : “Tunggu dulu, sampai orang-orang bermusyawarah”. Maka sebagian di antara mereka berkata : “Apabila orang-orang kembali ke negerinya masing-masing etelah terbunuhnya ‘Utsman, sementara itu belum ada seorang pun yang menggantikan kedudukannya (sebagai khalifah), niscaya akan terjadi perselisihan dan kerusakan umat”.

Baca lebih lanjut

Khalifah Ali bin Abu Thalib (14) : Berakhirnya Perang Jamal

Dalam berlangsungnya Perang Jamal, pasukan Khalifah Ali dan pasukan Sayyidah Aisyah keduanya menyadari akan betapa berbahayanya perang ini. Kedua pihak juga semakin menyadari akan kesalahan yang mereka lakukan untuk memilih peperangan. Kesadaran ini yang akhirnya mengarahkan kedua pasukan mengakhiri peperangan ini dengan perdamaian.

Kematian Zubair bin Awwam

Ketika pertempuran pecah, Zubair bin Awwam yang sebelumnya sudah memutuskan untuk tidak berperang, memilih untuk mengundurkan diri dan meninggalkan medan Perang Jamal.

Baca lebih lanjut

Khalifah Ali bin Abu Thalib (13) : Pemberontak Berhasil Menghasut Kedua Pasukan Hingga Terjadi Pertempuran

Di keesokan harinya sebagaimana perintah Khalifah Ali, pasukan bergerak menuju Basrah di mana Perang Jamal berlangsung. Dalam beberapa kesempatan para perusuh berusaha untuk berbaur dengan pasukan, tapi pasukan khalifah berusaha untuk menjaga jarak sebagaimana perintah Ali. Di tengah perjalanan, Bakr bin Wail dan klan Abdul Qais bergabung dengan pasukan Khalifah.

Di Basrah, Khalifah Ali mendirikan tenda di tanah Istana Ubaidullah. Di sisi lain, pasukan dari Aisyah, Thalhah dan az-Zubair juga datang di tempat yang sama. Kedua kubu tetap menahan diri untuk tidak menyerang selama tiga hari, menunggu hasil perundingan perdamaian.

Baca lebih lanjut

Khalifah Ali bin Abu Thalib (12) : Harapan Perdamaian Dalam Perang Jamal

Akbar Syah dalam Tareekh el-Islam menuturkan, Khalifah Ali mengirim Qa’qa’ bin Amr ke Basrah untuk mencari tahu apa maksud pasukan Perang Jamal Aisyah. Ali ingin membangun harapan perdamaian dengan mereka. Qa’qa’ adalah seorang yang dikenal fasih dan bijak.

Khalifah Ali Membangun Harapan Perdamaian

Qa’qa’ pertama kali datang kepada Aisyah, dengan mengatakan, “Wahai Ibunda! Apa alasan dan tujuan anda datang ke negeri ini?” Aisyah menjawab, “Wahai Puteraku! Satu satunya tujuanku adalah untuk memperbaiki umat dan membawa mereka kembali pada jalan yang telah ditentukan al-Quran”.

Baca lebih lanjut

Khalifah Ali bin Abu Thalib (10) : Negosiasi Pasukan Mekah Di Basrah dalam Perang Jamal

Dari Makkah Menuju Ke Basrah

Abdullah bin Amir dan Yala bin Umayyah tiba di Makkah dengan membawa uang dan perbendaharaan dalam jumlah besar yang dibawa lari dari Yaman. Dengan itu semua mereka mengambil bagian besar untuk menyusun dan membangun pasukan Perang Jamal Sayyidah Aisyah.

Sebelum keberangkatannya, telah diumumkan di Makkah bahwa Aisyah, Thalhah, dan Zubair akan berangkat ke Basrah dan bagi masyarakat yang peduli dengan Islam dan mencari pembalasan dan qishash terhadap pembunuhan Utsman, maka hendaknya bergabung dengan pasukan Aisyah.

Baca lebih lanjut

Khalifah Ali bin Abu Thalib (9) : Awal Mula Terjadinya Perang Jamal

Pidato Aisyah atas Pembunuhan Utsman

Disebutkan bahwa Aisyah tiba di Makkah ketika mendengar berita kematian Utsman. Saat mencapai wilayah dekat Makkah, beliau juga diberi tahu bahwa penduduk Madinah telah menyatakan baiat sumpah setia kepada Khalifah yang baru, Khalifah Ali bin Abi Thalib.

Aisyah kembali ke Makkah disertai orang-orang mengelilingi tunggangannya. Perang Jamal belum bermula, namun nampaknya mulai terlihat awal mulanya. Aisyah mengatakan kepada mereka :

Baca lebih lanjut

Sirah Nabi (22) : Dakwah Sembunyi Sembunyi

Setelah turun ayat قُمْ فَأَنْذِرْ (Bangunlah dan berilah peringatan!), Rasūlullāh ﷺ akhirnya sadar bahwa beliau telah diutus oleh Allāh untuk mengemban risalah, suatu beban dan tanggung jawab serta amanat yang sangat berat, yaitu mendakwahi manusia yang kala itu dalam keadaan serusak-rusaknya manusia, secara umum di muka bumi dan secara khusus di kota Mekkah. Mulai dari merebaknya perzinahan, saling membunuh (peperangan antar kabilah), perjudian, minum khamr, berbagai macam kesyirikan, seperti penyembelihan kepada selain Allāh Subhānahu wa Ta’āla, perdukunan, pengkeramatan terhadap hewan-hewan dan bahkan di Ka’bah ada 360 berhala yang berada di sekitarnya. Baca lebih lanjut