Kumpulan Artikel Seputar Sunnah & Bid’ah

Kedudukan As-Sunnah dalam pembinaan hukum Islam dan pengaruhnya dalam kehidupan kaum Muslimin dimulai dari masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para Shahabatnya, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in sampai zaman sekarang ini dan sampai hari Kiamat merupakan suatu kenyataan yang diterima sebagai kebenaran yang pasti dan tidak perlu dibuktikan lagi serta tidak dapat diragukan.

Barangsiapa yang menela’ah Al-Qur-an dan As-Sunnah, niscaya akan menemukan besarnya pengaruh As-Sunnah dalam pembinaan syari’at Islam dan keagungan serta keabadiannya yang tidak mungkin diingkari oleh pakar-pakar yang mengerti masalah ini.

Baca lebih lanjut

Mengenal Bid’ah (7) : Selamatan Kematian Kan Sudah Jadi Tradisi ?

Ini juga perkataan yang muncul ketika seseorang disanggah mengenai bid’ah yang dia lakukan. Ketika ditanya, “Kenapa kamu masih merayakan 3 hari atau 40 hari setelah kematian?” Dia menjawab, “Ini kan sudah jadi tradisi kami …”.

Jawaban seperti ini sama halnya jawaban orang musyrik terdahulu ketika membela kesyirikan yang mereka lakukan. Mereka tidak memiliki argumen yang kuat berdasarkan dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Mereka hanya bisa beralasan, Baca lebih lanjut

Hadits Tentang Sedekah Bukanlah Dalil Untuk Tahlilan

Menghadiahkan pahala sedekah untuk mayit termasuk praktik yang dibolehkan dan pahalanya bisa sampai kepada mayit. Di antara dalil tegas dalam masalah ini adalah hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ada seorang lelaki yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوصِ، وَأَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ، أَفَلَهَا أَجْرٌ، إِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا؟ قَالَ: «نَعَمْ تَصَدَّقْ عَنْهَا

“Ibuku mati mendadak, sementara beliau belum berwasiat. Saya yakin, andaikan beliau sempat berbicara, beliau akan bersedekah. Apakah beliau akan mendapat aliran pahala, jika saya bersedekah atas nama beliau?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya. Bersedekahlah atas nama ibumu.” (HR. Bukhari 1388 dan Muslim 1004). Baca lebih lanjut

Makruh Kok Dilarang ?! : Perihal Makruhnya Sholat Di Kuburan dan Ritual Tahlilan

Makruh kok dilarang!!??“, inilah dalih yang dianggap dalil oleh sebagian orang yang mengaku bermadzhab syafi’i untuk melegalisasi perkara-perkara yang dimakruhkan/dibenci oleh para ulama madzhab syafi’iyah.

Tatkala disampaikan kepada sebagian mereka bahwa ulama madzhab syafi’iyah membenci sholat di kuburan dan membangun masjid di atas kuburan dalam rangka mencari keberkahan, demikian juga para ulama syafi’iyah membenci acara kumpul-kumpul di rumah mayat setelah lebih dari tiga hari, maka  dengan mudah mereka akan menjawab, “Kan hukumnya hanya dibenci alias makruh, tidak sampai haram. Maka janganlah kalian melarang!, sungguh aneh kalian  kaum wahabi!“. Baca lebih lanjut

Tahlilan Makruh, Tidak Haram : Mengkritisi Tuduhan Ustadz Muhammad Idrus Ramli Bahwa Wahabi adalah Pembohong

Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli adalah Aktivis Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama Cabang Jember dan Dewan Pakar ASWAJA Center PWNU Jawa Timur, peneliti dan pemerhati wacana pemikiran kontemporer.

Al-Ustadz Muhammad Idrus Ramli berkata :

((Berkaitan dengan tradisi kenduri kematian ini, ada beberapa pendapat di kalangan para ulama yang perlu kita jadikan renungan, agar tidak gegabah dan radikal dalam menyikapinya.

Pertama, menurut mayoritas ulama kenduri kematian hukumnya makruh, tetapi kemakruhan ini tidak sampai menghilangkan pahala sedekah yang dilakukan. Jadi dilihat dari proses pelaksanaanya, dihukumi makruh, tetapi dilihat dari esensi sedekahnya tetap mendatangkan pahala. Akan tetapi hukum makruh ini akan meningkat volumenya menjadi hukum haram, apabila makanan tersebut diambilkan dari harta ahli waris yang mahjur (tidak boleh mengelola hartanya seperti anak yatim dan belum dewasa), atau dapat menimbulkan madarat bagi keluarga si mati.

Dan hukum makruh ini akan menjadi hilang, apabila makanan yang dihidangkan merupakan hasil dari sumbangan dan kontribusi tetangga seperti yang seringkali terjadi dalam budaya nusantara)) (lihat : http://statustadz.blogspot.com/2013/04/tradisi-kenduri-kematian_23.html).

Baca lebih lanjut

Dalil Bolehnya Tahlilan : Catatan Terhadap Tulisan Ustadz Muhammad Idrus Ramli dan Kyai Tobari Syadzili

Telah lalu tulisan saya tentang pengingkaran para ulama Syafi’iyah terhadap acara ritual tahlilan (silahkan dibaca kembali di Tahlilan adalah Bid’ah Menurut Madzhab Syafi’i.

Dan hingga saat ini saya masih berharap masukan dari para ustadz-ustadz ASWAJA yang mengaku bermadzhab Syafi’iyah untuk mendatangkan nukilan dari ulama syafi’iyah yang mu’tabar dalam madzhab mereka yang membolehkan acara ritual tahlilan!!!.

Jika ada nukilannya, maka harus dilihat manakah yang menjadi madzhab yang mu’tamad (patokan) dalam madzhab syafi’iyah? Terlebih-lebih lagi jika tidak didapat nukilan sama sekali! Baca lebih lanjut

Atsar Thaawuus Tentang Anjuran Tahlilan 7 Hari Berturut-Turut

Abu Nu’aim rahimahullah berkata :

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ مَالِكٍ، ثنا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، ثنا أَبِي، ثنا هَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ، ثنا الأَشْجَعِيُّ، عَنْ سُفْيَانَ، قَالَ: قَالَ طَاوُسٌ: ” إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُونَ فِي قُبُورِهِمْ سَبْعًا، فَكَانُوا يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الأَيَّامِ

Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Maalik : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Ahmad bin Hanbal : Telah menceritakan kepada kami ayahku : Telah menceritakan kepada kami Haasyim bin Al-Qaasim : Telah menceritakan kepada kami Al-Asyja’iy, dari Sufyaan (Ats-Tsauriy), ia berkata : Telah berkata Thaawus : “Sesungguhnya orang yang meninggal akan terfitnah (diuji) dalam kuburnya selama 7 hari. Dulu mereka [1] menyukai untuk memberikan makanan dari mereka (yang meninggal) pada hari-hari tersebut” [Hilyatul-Auliyaa’ 4/11]. Baca lebih lanjut

Tahlilan Dalam Pandangan NU, Muhamadiyyah, Persis, Al Irsyad, Wali Songo, Ulama Salaf dan 4 Madzhab

Penjelasan Dari Nahdalatul Ulama (NU), Para Ulama Salafus salih, WaliSongo, 4 Mahzab Tentang Bid’ahnya Tahlilan.

Segala puji bagi Allah, sholawat serta salam kita haturkan kepada Nabi Muhammad beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya. Do’a dan shodaqoh untuk sesama muslim yang telah meninggal menjadi ladang amal bagi kita yang masih di dunia ini sekaligus tambahan amal bagi yang telah berada di alam sana.

Sebagai agama yang mencerahkan dan mencerdaskan, Islam membimbing kita menyikapi sebuah kematian sesuai dengan hakekatnya yaitu amal shalih, tidak dengan hal-hal duniawi yang tidak berhubungan sama sekali dengan alam sana seperti kuburan yang megah, bekal kubur yang berharga, tangisan yang membahana, maupun pesta besar-besaran. Baca lebih lanjut

Tahlilan (Selamatan Kematian) Adalah Bid’ah Munkar Dengan Ijma’ Para Sahabat dan Seluruh Ulama Islam

Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat.

عَنْ جَرِيْربْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ : كُنَّا نَرَى (وفِى رِوَايَةٍ : كُنَا نَعُدُّ) اْلاِجْتِمَاع اِلَى أَهلِ الْمَيِّتِ وَصَنْعَةَ الطَّعَامِ (بَعْدَ دَفْنِهِ) مِنَ الْنِّيَاحَةِ

“Dari Jarir bin Abdullah Al Bajaliy, ia berkata : ” Kami (yakni para shahabat semuanya) memandang/menganggap (yakni menurut madzhab kami para shahabat) bahwa berkumpul-kumpul di tempat ahli mayit dan membuatkan makanan sesudah ditanamnya mayit termasuk dari bagian meratap”.

TAKHRIJ HADITS Baca lebih lanjut

Tahlilan Adalah Bid’ah Menurut Madzhab Syafi’i

Sering kita dapati sebagian ustadz atau kiyai yang mengatakan, “Tahlilan kok dilarang?, tahlilan kan artinya Laa ilaah illallahh?”.

Tentunya tidak seorang muslimpun yang melarang tahlilan, bahkan yang melarang tahlilan adalah orang yang tidak diragukan kekafirannya. Akan tetapi yang dimaksud dengan istilah “Tahlilan” di sini adalah acara yang dikenal oleh masyarakat yaitu acara kumpul-kumpul di rumah kematian sambil makan-makan disertai mendoakan sang mayit agar dirahmati oleh Allah.

Lebih aneh lagi jika ada yang melarang tahlilan langsung dikatakan “Dasar wahabi“..!!! Baca lebih lanjut