Atikah binti Zaid radhiyallahu ‘anha

Pada dirinya Allah kumpulkan banyak kemuliaan. Ayahnya, Zaid bin ‘Amr, adalah seorang yang berlepas diri dari agama nenek moyangnya sebelum diutusnya Rasulullah. Hatinya condong kepada agama hanifiyah, agama Ibrahim yang mengusung dakwah tauhid.

Ibunya adalah seorang sahabiyah yang mulia, Ummu Kuruz bintu al-Hadhrami bin ‘Ammar bin Malik bin Rabi’ah bin Lukaiz bin Malik bin ‘Auf.

Baca lebih lanjut

Istri Para Syuhada, Atikah binti Zaid radhiyallahu ‘anha

Nama beliau adalah Atikah binti Zaid bin Amr bin Nufail bin Abdil Uzza bin Rayyah bin Abdillah Al Qurasyiyah Al Adawiyyah radhiyallahu ‘anha.

Beliau adalah saudari seayah dari Said bin Zaid radhiyallahu ‘anhu, salah seorang dari sepuluh orang yang dijanjikan surga. Beliau adalah anak perempuan dari paman Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu.

Baca lebih lanjut

Fathimah binti Khattab radhiyallahu ‘anha

Beliau adalah Fathimah binti Al-Khaththab bin Naufal bin ‘Abdul ‘Uzza bin Rabah bin ‘Abdullah bin Qarath bin Adi bin Ka’ab.

Beliau termasuk wanita yang terhormat, memiliki wajah yang cantik dan tinggi, termasuk keluarga Quraisy yang paling mulia dan paling kuat, lemah lembut, dan halus perangainya.

Baca lebih lanjut

Kisah Keberanian Fatimah binti Khattab radhiyallahu ‘anha

Berani berkata benar, berani mempertahankannya, dan berani menghadapi segala risiko yang menghadang, adalah sifat kesatria. Para pejuang yang gagah adalah pemberani dalam memeluk kebenaran.

Lantang mengikrarkannya, tidak gentar terhadap musuh sekuat apapun. Mereka pun tidak akan goyah dengan tawaran dunia, ataupun rayuan cinta semu. Apalagi sekadar celaan atau gunjingan yang tidak langsung didengar.

Baca lebih lanjut

Sang Perwira Wanita, Nasibah binti Ka’ab radhiyallahu ‘anha

Takjub… mungkin itu perasaan yang kita rasakan jika kita membaca kisah-kisah tentang sosok shahabiyah yang satu ini. Karakter dan jiwa pemberaninya rasanya sulit dicarikan tandingan, terutama pada generasi setelahnya. Sebuah karakter yang biasanya hanya ada pada jiwa para laki-laki, tapi ternyata bisa ada pada seorang wanita… subhanallah.

Sulit rasanya mencari kata yang dapat menggambarkan dengan tepat karakter beliau. Hanya pujian kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang seharusnya kita panjatkan, karena hanya dengan keutamaan dari sisi Allah sajalah yang membuat sosok shahabiyah ini menjadi begitu perkasa. Beliau adalah Ummu Umarah radhiyallahu ‘anha.

Baca lebih lanjut

Mengenal Para Shahabiyah Mulia, Ibunda Persusuan Nabi shalallahu alaihi wasallam

Di sini akan dibicarakan mengenai ibu susu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu Ummu Aiman, Tsuwaibah dan Halimah.

Pertama : Ummu Aiman

Setelah dilahirkan oleh ibunya, Aminah, dia menyusuinya selama tiga atau tujuh hari. Beliau pernah diasuh oleh Ummu Aiman Barakah Al-Habasyiyyah.

Baca lebih lanjut

Ibu Asuh Nabi shalallahu alaihi wasallam (3) : Halimah Sa’diyah

Setelah dilahirkan oleh Ibunya, Aminah, dia menyusui selama tiga atau tujuh hari. Pernah diasuh oleh Ummu Aiman, Barakah Al-­Khabsyiyyah[1].

Kemudian setelah itu disusui oleh Tsuwaibah mantan budak Abi Lahab selama beberapa hari, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
Saya dan Abu Salamah telah disusui oleh Tsuwaibah”[2]

Baca lebih lanjut

Ibu Asuh Nabi shalallahu alaihi wasallam (2) : Tsuwaibah

Setelah Aminah melahirkan bayinya dan diberi nama Muhammad oleh kakeknya di depan Ka’bah, kemudian ia menyusuinya selama beberapa hari. Ibunyalah yang menyusui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pertama kali. Mengenai lama beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyusu pada ibunya, ada yang mengatakan tiga, tujuh dan ada yang mengatakan sembilan hari.

TSUWAIBAH

Setelah itu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam disusui oleh budak Abu Lahab yang sudah dibebaskan. Dia bernama Tsuwaibah.

Baca lebih lanjut

Ibu Asuh Nabi shalallahu alaihi wasallam (1) : Ummu Aiman

Setelah dilahirkan oleh ibunya, Aminah, dia menyusuinya selama tiga atau tujuh hari. Beliau pernah diasuh oleh Ummu Aiman Barakah Al-Habasyiyyah.

Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggal dunia, Abu Bakr dan ‘Umar menghampiri Ummu Aiman.

Baca lebih lanjut

Halimah Sa’diyah, Wanita Yang Menyusui Nabi shalallahu alaihi wasallam

Wanita mulia tersebut adalah Halimah bintu Abdullah bin Al-Harits As-Sa’diyah. Suaminya adalah Al-Harits bin Abdul Izzi bin Rifa’ah As-Sa’di.

Anak-anaknya adalah Abdullah, Anisah dan Khadzdzamah. Anak-anak Al-Harits ini semuanya bertompel, mereka semua adalah saudara sepersusuan Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Halimah juga menyusui Abu Sufyan bin Al-Harits bin Abdul Munthalib, anak paman Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.

MENCARI ANAK SUSUAN

Halimah As-Sa’diyah adalah wanita Arab yang sangat terkenal karena menjadi ibu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Halimah menceritakan tentang penyusuannya dengan penjelasan yang panjang lebar dan komprehensif.

Ia mengatakan, “Suatu ketika aku keluar bersama para wanita bani Sa’ad untuk mencari anak susuan. Waktu itu adalah tahun yang sangat sulit (paceklik). Kami menegendarai keledai putih dan kurus. Kami membawa serta unta betina yang tidak mengandung air susu setetes pun. Kami semua tidak pernah tidur di malam hari karena bayi kami selalu menangis karena rasa lapar. Puting kami tidak lagi menyediakan apa yang mencukupinya. Unta betina kami tidak pula menyediakan apa-apa yang mengenyangkannya. Kami selalu mengharap hujan dan jalan keluar. Sampai kami sengaja datang ke Mekah. Setiap wanita yang diperlihatakan kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam merasa enggan untuk mengasuhnya, setelah dikatakan bahwa dirinya adalah anak yatim, dikarenakan kami selalu menaruh harapan kebaikan dari ayah si anak asuh.

Kami berkata, ” Ia yatim, apa gerangan yang akan diperbuat oleh ibu atau kakeknya? Oleh karena itu, kami tidak tertarik. Tidak ada dari wanita-wanita yang bersamaku mengambilnya, selain diriku. Ketika rombongan kami sepakat untuk pulang, aku berbicara kepada suamiku, “Demi Allah, sungguh aku tidak suka untuk pulang bersama kawan-kawan wanita yang lain, sebelum mendapatkan anak susuan. Demi Allah, aku pergi menuju anak susuan yang yatim itu, dan pasti aku akan mengambilnya. Ia berkata, “Lakukan itu, semoga Allah memberi kita berkah lantaran anak itu.” Aku pergi menuju anak itu dan mengambilnya.

BERKAH YANG MELIMPAH

Berkah yang melimpah kepada Halimah dan suaminya setelah mengambil Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam. Suatu hari, Halimah dan suaminya merasakan lapar dan haus. Namun, dari mana mereka mendapatkan makanan karena susu unta betinanya tidak berisi. Seketika mereka berdua lupa akan keadaan dirinya.

Keadaan telah berubah dalam sekejap. Keadaan ini diriwayatkan sendiri oleh Halimah. Ia berkata, “Suamiku bangkit menuju unta betina milik kami. Ternyata susunya sangat penuh. Ia memerahnya untuk diminum bersamaku hingga kami puas dan kenyang, sehingga kami tertidur di malam yang sangat baik itu. Ketika pagi suamiku berkata, “Demi Allah ketahuilah wahai Halimah! Engkau telah mengambil orang yang penuh dengan berkah.”

Aku mengatakan, “Demi Allah, itulah yang kuharapkan.”

Kemudian kami serombongan bepergian dengan menunggang keledai. Kubawa serta anak itu. Demi Allah, jarak itu kutempuh dengan tungganganku jauh lebih cepat daripada keledai-keledai orang lain sehingga kawank-kawanku berkata kepadaku, “Wahai anak serigala, sial engkau! temani kami! Bukankah ini keledaimu yang dulu kau tunggangi saat bepergian?”

Kukatakan kepada mereka, : Ya, demi Allah benar. Keledai ini adalah keledai yang dulu itu.” Mereka mengatakan, “Demi Allah, sekarang keledaimu tidak seperti dulu!”

Rombongan tiba di daerah pedalaman bani Sa’ad yang terlihat bekas-bekas kekeringan di tahun itu. Halimah telah melihat berkah anak yatim itu. Kebaikan telah memancar kepadanya dari segala penjuru. Keberkahan meliputinya dalam segala hal.

Kambing-kambingnya selalu keluar menuju ke tempat-tempat penggembalaan bersama kambing-kambing orang lain. Ketika kembali ke kandang selalu dengan susu yang penuh. Sedangkan kambing-kambing yang lain pulang dengan keadaan sebagaimana ketika pergi, sehingga kaumnya mencerca tukang gembala mereka. Demikianlah hari-hari Halimah hingga berjalan selama 2 tahun.

KEMBALI MENGASUH RASULULLAH

Setelah menyusuinya selam 2 tahun, Halimah harus membawanya kembali pulang ke pangkuan ibu kandungnya, Aminah, di Mekal Al-Mukarramah. Halimah membawanya kepada sang ibu, sekalipun sangat ingin agar anak asuhnya tetap bersamanya karena melihat besaranya berkah pada diri Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam.

Aminah sangat berbahagia dengan anaknya yang mulia. Khususnya ketika melihatnya sedemikina suci dan tumbuh laksana anak berumur 4 tahun, padahal belum lebih dari 2 tahun. Halimah berbicara sangat lembut kepada Aminah, mengharap agar mengizinkan anaknya kembali ke pedalaman lagi. Aminah mengizinkannya. Halimah kembali ke pedalaman dengan anak asuhnya.

Demikianlah, Nabi tinggal di tengah-tengah bani Sa’ad sampai berumur 4 atau 5 tahun dari hari lahirnya hingga terjadi peristiwa “pembelahan dada”. Setelah kejadian ini, Halimah merasa takut sehingga mengembalikan kepada ibu kandungnya. Halimah kembali ke daerah pedalaman. Dia tinggal di sana beberapa tahun. Selanjutnya ketika Allah mengutus Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam kepada seluruh manusia, maka Halimah As-Sa’diyah masuk Islam bersama suami dan anak-anaknya.

KEDUDUKAN HALIMAH

Halimah berkedudukan mulia di sisi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada kehormatan dan kelembutan yang lebih baik daraipada yang diberikan kepada ibu asuhnya, Halimah.

Bukti sikap beliau yang sangat menghormati Halimah yaitu ketika menyambut kedatangan Halimah dengan berteriak, “Ibuku, Ibuku.” Lalu beliau membentangkan sorbannya untuk ibu asuhnya itu sebagai bukti bakti dan kebaikan beliau kepadanya.

WAFATNYA

Halimah masuk Isalam dan berhijrah. Ia meninggal di Madinah Munawwarah, lalu dimakamkan di Baqi’. Makam Halimah sangat dikenal di sana. Semoga Allah mengangkat derajatnya bersama pasa sahabat Nabi lainnya.

***

Sumber : majalah nikah vol. 5, No. 11, Februaru 2007, Muharram 1428, https://desiemeilana.wordpress.com/kisah-shahabiyah/halimah-sadiyah-wanita-yang-menyusui-rasulullah/