7). Membaca ayat Al-Qur’an selain Al-Fatihah
Disunnahkan membaca suatu surat dari Al-Qur’an setelah selesai dari membaca surat Al-Fatihah. Yaitu pada dua rakaat shalat fajar dan dua rakaat yang pertama dari shalat dzuhur, ashar, maghrib dan ashar. ([38])
Berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
فِي كُلِّ صَلَاةٍ قِرَاءَةٌ فَمَا أَسْمَعَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَسْمَعْنَاكُمْ، وَمَا أَخْفَى مِنَّا، أَخْفَيْنَاهُ مِنْكُمْ، وَمَنْ قَرَأَ بِأُمِّ الْكِتَابِ فَقَدْ أَجْزَأَتْ عَنْهُ، وَمَنْ زَادَ فَهُوَ أَفْضَلُ
“Di setiap shalat ada bacaan. Apa saja yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam perdengarkan kepada kami, kami perdengarkan kepada kalian juga. Dan apa yang tidak ditampakkan kepada kami, tidak kami tampakkan kepada kalian. Barang siapa yang membaca Al-Fatihah, maka telah sah shalatnya dan barang siapa yang menambah (bacaan), maka itu lebih baik. ([39])
Bacaan Surat selain Al-Fatihah Yang disunnahkan Dalam Shalat Lima Waktu
Bacaan yang disunnahkan dalam shalat Shubuh
Disunnahkan membaca surat-surat yang panjang pada saat shalat shubuh. ([40]) Berdasarkan hadits Abu Barzah radhiyallahu ‘anhu, berakata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى الْمِائَةِ آيَةً
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca antara enam puluh sampai seratus ayat dalam shalat fajar. ([41])
Demikian pula hadits Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu.
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي الصَّلَوَاتِ كَنَحْوٍ مِنْ صَلَاتِكُمُ الَّتِي تُصَلُّونَ الْيَوْمَ، وَلَكِنَّهُ كَانَ يُخَفِّفُ كَانَتْ صَلَاتُهُ أَخَفَّ مِنْ صَلَاتِكُمْ كَانَ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ الْوَاقِعَةَ وَنَحْوَهَا مِنَ السُّوَرِ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaksanakan shalat di seluruh shalat sebagaimana shalat kalian hari ini. Akan tetapi beliau meringankan. Shalat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih ringan dari shalat kalian, beliau membaca di surat Al-Waqi’ah dan surat yang semisalnya pada saat shalat fajar. ([42])
Hadits lain yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الْفَجْرِ بِ ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ وَكَانَ صَلَاتُهُ بَعْدُ تَخْفِيفًا
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca surat Qaf dan yang semisalnya pada saat shalat fajar. Lalu shalat beliau setelahnya lebih ringan”. ([43])
Salah satu hikmah disunnahkannya membaca surat yang panjang dalam shalat fajar adalah karena shalat fajar hanya dua rakaat, dan pada waktu itu kebanyakan manusia masih terlelap tidur, maka imam shalat dianjurkan memperpanjang bacaannya agar mereka mendapati shalat fajar meskipun terlambat. ([44])
Sebagaimana difirmankan oleh Allah azza wa jalla, bahwa bacaan Al-Qur’an dalam shalat fajar dipersaksikan. Memanjangkan bacaan surat dalam shalat fajar sejatinya menggantikan jumlah rakaat shalat, hingga dijadikannya dua rakaat. Disamping itu, shalat fajar dikerjakan setelah waktu tidurnya manusia. Dan mereka belum disibukkan dengan mencari pencaharian dan hal duniawi. Dimana waktu tersebut dikerjakan di waktu pendengaran, lisan dan hati merespon dengan optimal, karena tidak ada hal yang menyibukkannya, yang berakibat dapat membantu memahami Al-Qur’an dan mentadabburinya. ([45])
Bacaan yang disunnahkan dalam shalat Dzuhur
Bacaan yang disunnahkan di dalam shalat dzuhur
- Al-Awasith Al-Mufasshal, ([46])([47]) Sebagaimana hadits Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ‘Wassamaa i Wat Thaariq’ (At-Thariq) dan ‘Wassmaa i dzaatil buruuj’ (Al-Buruj). ([48])
Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ بِاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ. وَفِي الصُّبْحِ أَطْوَلَ مِنْ ذَلِكَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ‘Wal laili idza yaghsya’ (Al-Lail), pada waktu shalat dzuhur dan membaca surat yang semisalnya pada waktu shalat ashar. Dan pada waktu shalat shubuh lebih panjang dari itu. ([49])
- At-Thiwaal Al-Mufasshal, ([50])([51]) Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu, berkata:
لَقَدْ كَانَتْ صَلَاةُ الظُّهْرِ تُقَامُ فَيَذْهَبُ الذَّاهِبُ إِلَى الْبَقِيع ِ([52]) فَيَقْضِي حَاجَتَهُ. ثُمَّ يَتَوَضَّأُ. ثُمَّ يَأْتِي وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُولَى مِمَّا يُطَوِّلُهَا
“Sesungguhnya pernah didirikan shalat dzuhur, lalu ada seseorang yang pergi ke Baqi’ untuk menyelesaikan hajatnya. Kemudian dia berwudhu, kemudian kembali sedangkan Rasulullah masih berdiri pada rakaat pertama karena panjangnya surat yang beliau baca. ([53])
Dan dalam riwayat yang sama, Rasulullah bersabda:
كُنَّا نَحْزِرُ قِيَامَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ فَحَزَرْنَا قِيَامَهُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ قَدْرَ قِرَاءَةِ الم تَنْزِيلُ السَّجْدَةِ وَحَزَرْنَا قِيَامَهُ فِي الْأُخْرَيَيْنِ قَدْرَ النِّصْفِ مِنْ ذَلِكَ، وَحَزَرْنَا قِيَامَهُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ مِنَ الْعَصْرِ عَلَى قَدْرِ قِيَامِهِ فِي الْأُخْرَيَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ وَفِي الْأُخْرَيَيْنِ مِنَ الْعَصْرِ عَلَى النِّصْفِ مِنْ ذَلِكَ وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو بَكْرٍ فِي رِوَايَتِهِ: الم تَنْزِيلُ وَقَالَ: قَدْرَ ثَلَاثِينَ آيَةً
“Kami mengira berdirinya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalat dzuhur dan ashar. Maka kami telah mengira berdirinya di dalam dua rakaat pertama selama bacaan Alif Lam Mim Tanzil (As-Sajdah). Kami juga telah mengira berdirinya pada dua rakaat terakhir selama setengah dari bacaan yang semisalnya. Kami telah mengira berdirinya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dua rakaat pertama dari shalat ashar selama setengah dari bacaan dua rakaat terakhir dari shalat dzuhur. Dan pada dua rakaat terakhir selama setengah bacaan dua rakaat pertama. Dan Abu Bakar tidak menyebutkan dalam riwayatnya bahwa Alif Lam Mim Tanzil. Namun mengatakan: selama tiga puluh ayat. ([54])
Bacaan yang disunnahkan dalam shalat Ashar
Bacaan yang disunnahkan dalam shalat ashar setelah membaca surat Al-Fatihah adalah setengah dari ukuran bacaan pada waktu shalat dzuhur. ([55]) Atau dengan membaca surat ‘Awasithul Mufasshal’, ini merupakan pendapat jumhur ulama’. ([56]) Berdasarkan hadits Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu.
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ بِاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ. وَفِي الصُّبْحِ أَطْوَلَ مِنْ ذَلِكَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ‘Wal laili idza yaghsya’ (Al-Lail), pada waktu shalat dzuhur dan membaca surat yang semisalnya pada waktu shalat ashar. Dan pada waktu shalat shubuh lebih panjang dari itu. ([57])
Demikian sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ وَالسَّمَاءِ ذَاتِ الْبُرُوجِ
Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam membaca ‘Wassamaa i Wat Thaariq’ (At-Thariq) dan ‘Wassmaa i dzaatil buruuj’ (Al-Buruj). ([58])
Bacaan yang disunnahkan dalam shalat Maghrib
Disunnahkan di dalam shalat maghrib membaca surat-surat ‘Qisharul Mufasshal’ ([59]) setelah membaca surat Al-Fatihah. ([60]) Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Sulaiman bin Yasar dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَحَدٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَشْبَهَ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ فُلَانٍ – قَالَ سُلَيْمَانُ – كَانَ يُطِيلُ الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ، وَيُخَفِّفُ الْأُخْرَيَيْنِ، وَيُخَفِّفُ الْعَصْرَ، وَيَقْرَأُ فِي الْمَغْرِبِ بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ، وَيَقْرَأُ فِي الْعِشَاءِ بِوَسَطِ الْمُفَصَّلِ، وَيَقْرَأُ فِي الصُّبْحِ بِطِوَالِ الْمُفَصَّلِ
Aku tidak pernah shalat di belakang salah seorang sahabat sesudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih menyerupai shalat beliau daripada Fulam -Sulaiman berkata- : Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memanjangkan dua rakaat yang pertama pada shalat dzuhur dan meringankan dua rakaat setelahnya, dan membaca ‘Qishar Al-Mufasshal’ pada shalat maghrib, dan membaca ‘Wasath Al-Mufasshal’ pada shalat isya’, dan membaca ‘Thiwal Al-Mufasshal’ pada shalat shubuh. ([61])
Dinukil dalam sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Abdullah As-Shunabihiy.
أَنَّهُ صَلَّى وَرَاءَ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ الْمَغْرِبَ فَقَرَأَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَسُورَتَيْنِ مِنْ قِصَارِ الْمُفَصَّلِ، ثُمَّ قَامَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّالِثَةِ قَالَ: فَدَنَوْتُ مِنْهُ حَتَّى إِنَّ ثِيَابِي لَتَكَادُ أَنْ تَمَسَّ ثِيَابَهُ، فَسَمِعْتُهُ قَرَأَ بِأُمِّ الْقُرْآنِ، وَبِهَذِهِ الْآيَةِ: {رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
Dia shalat di belakang Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu pada shalat maghrib, maka beliau membaca surat Al-Fatihah dan dua surat dari surat-surat ‘Qishar Al-Musfasshal’ pada dua rakaat yang pertama. Kemudian beliau berdiri pada rakaat yang ketiga -perawi berkata- : aku mendekatinya hingga bajuku hampir menempel bajunya, dan aku mendengarnya membaca surat Al-Fatihah dan ayat ini ‘Rabbanaa laa tuzigh quluubana ba’da idz hadaitanaa (Ali Imran: 8). ([62])
As-Syirbiniy menyebutkan bahwa alasan lain disunnahkan membaca surat-surat pendek pada waktu shalat maghrib adalah karena maghrib memiliki waktu yang pendek, maka lebih baik memendekkan bacaan-bacaan dalam shalat tersebut. ([63])
Menurut Ibnu Al-Qoyyim bacaan shalat maghrib sebagaimana tuntunan Nabi yang banyak ditinggalkan oleh banyak orang adalah beliau dalam beberapa kesempatan di dalam shalat maghrib membaca surat yang panjang seperti surat Al-A’raf atau At-Thur atau Al-Mursalat. Abu Umar Ibnu Abdil Bar berkata:
رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَرَأَ فِي الْمَغْرِبِ بِ (المص)، وَأَنَّهُ قَرَأَ فِيهَا بِ (الصَّافَّاتِ)، وَأَنَّهُ قَرَأَ فِيهَا بِ (حم الدُّخَانِ)، وَأَنَّهُ قَرَأَ فِيهَا بِ {سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى}، وَأَنَّهُ قَرَأَ فِيهَا بِ (وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ)، وَأَنَّهُ قَرَأَ فِيهَا بِ (الْمُعَوِّذَتَيْنِ)، وَأَنَّهُ قَرَأَ فِيهَا بِ (الْمُرْسَلَاتِ)، وَأَنَّهُ كَانَ يَقْرَأُ فِيهَا بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ. قَالَ: وَهِيَ كُلُّهَا آثَارٌ صِحَاحٌ مَشْهُورَة
Diriwayatkan dari Nabi bahwa beliau pada waktu shalat maghrib membaca surat Al-A’raf. Beliau membaca surat Ash-Shaffat, Al-A’la, At-Tiin, Al-Mu’awwidzatain, Al-Mursalat. Dan beliau terkadang membaca surat Qishar Al-Mufasshal. Dan semuanya merupakan riwayat shahih dari Nabi. ([64])
Bacaan yang disunnahkan dalam shalat Isya’
Yang disunnahkan pada waktu shalat isya’ adalah membaca surat-surat ‘Ausathul Mufasshal’ setelah membaca surat Al-Fatihah. ([65]) Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Sulaiman bin Yasar dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata:
مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ أَحَدٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَشْبَهَ صَلَاةً بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ فُلَانٍ – قَالَ سُلَيْمَانُ – كَانَ يُطِيلُ الرَّكْعَتَيْنِ الْأُولَيَيْنِ مِنَ الظُّهْرِ، وَيُخَفِّفُ الْأُخْرَيَيْنِ، وَيُخَفِّفُ الْعَصْرَ، وَيَقْرَأُ فِي الْمَغْرِبِ بِقِصَارِ الْمُفَصَّلِ، وَيَقْرَأُ فِي الْعِشَاءِ بِوَسَطِ الْمُفَصَّلِ، وَيَقْرَأُ فِي الصُّبْحِ بِطِوَالِ الْمُفَصَّلِ
Aku tidak pernah shalat di belakang salah seorang sahabat sesudah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang lebih menyerupai shalat beliau daripada Fulan -Sulaiman berkata- : Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memanjangkan dua rakaat yang pertama pada shalat dzuhur dan meringankan dua rakaat setelahnya, dan membaca ‘Qishar Al-Mufasshal’ pada shalat maghrib, dan membaca ‘Wasath Al-Mufasshal’ pada shalat isya’, dan membaca ‘Thiwal Al-Mufasshal’ pada shalat shubuh. ([66])
Ibnul Qoyyim menambahkan bahwa pada waktu shalat isya’ Rasulullah membaca surat At-Tiin. Dan pada beberapa waktu beliau membaca surat As-Syams, Al-A’la dan Al-Lail dan sejenisnya. Dan beliau mengingkari jika pada waktu tersebut membaca surat Al-Baqarah. ([67])
أَنَّ مُعَاذَ بْنَ جَبَلٍ صَلَّى الْعِشَاءَ فَطَوَّلَ عَلَى أَصْحَابِهِ، فَأُخْبِرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَلِكَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمُعَاذٍ: ” أَفَتَّانٌ أَنْتَ يَا مُعَاذُ، خَفِّفْ عَلَى النَّاسِ، وَاقْرَأْ بِالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَنَحْوِ ذَلِكَ، وَلَا تَشُقَّ عَلَى النَّاسِ
Sesungguhnya Mu’adz bin Jabal shalat isya’ dengan para sahabat dan memanjangkan bacaannya. Lalu, hal itu disampaikan kepada Nabi. Akhirnya Nabi bersabda kepada Mu’adz: Apakah kamu membuat fitnah di tengah-tengah manusia wahai Mu’adz, ringankanlah bacaan waktu shalat ketika shalat dengan orang-orang. Bacalah surat As-Syams, Al-A’la dan sejenisnya. Jangan memberatkan manusia. ([68])
***
Catatan Kaki :
[38]) Menurut kesepakatan ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. (Lihat: Fathul Bari Li Ibni Rajab 4/477, Hasyiyah Ibnu Abidin 1/362, Tabyiinul Haqaiq Li Az-Zaila’i 1/129, Hasyiyah Ad-Dasuqi 1/242,247, Mughni Al-Muhtaj Li As-Syirbiniy 1/161, Al-Majmu’ Li An-Nawawi 3/382, Kassyaful Qina’ Li Al-Bahutiy 1/342, Mathalibu Ulin Nuha Li Musthafa bin Sa’d bin Abduh As-Suyuthi 1/435 dan Syarh Mukhtashar Al-Khalil Li Al-Kharsyi 1/282).
([39]) H.R. Muslim no.936.
([40]) Menurut kesepakatan imam madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. (Hasyiyah Ibnu ‘Abidin 1/540, Fathul Qadir Li Al-Kamal bin Al-Humam 1/334, Hasyiyah Al-Adawiy ‘ala Kifayatut Thalib Ar-Rabbaniy 1/263, Tafsir Al-Qurthubiy 10/306, AL-Majmu’ Li An-Nawawi 3/385, Al-Mughni Li Ibni Qudamah 1/408 dan Hasyiyah Ibnu Al-Qayyim ‘ala Sunan Abu Dawud 3/110).
([41]) H.R. Muslim no.461.
([42]) H.R. Ahmad no.21033, Thabrani no.1914, Al-Baihaqi no.5284 dan dishahihkan oleh Ibnu Hajar di dalam Nata’ijul Afkar1/430.
([43]) H.R. Muslim no.458
([44]) Lihat: Adz-Dzakhirah Li Al-Qarafiy 2/227.
[45]) Lihat: Zaadul Ma’ad Li Ibni Al-Qayyim 1/215-216.
([46]) Al-Awsaithul Mufasshal adalah:
- Menurut Hanafiyyah: Bacaan surat Al-Buruj hingga surat Al-Bayyinah.
- Menurut Malikiyyah: Bacaan surat ‘Abasa hingga surat Ad-Dhuha.
- Menurut Hanabilah dan Syafi’iyyah: Bacaan surat An-Naba’ hingga surat Ad-Dhuha. (Hasyiyah Ibnu Abidin 1/362, Tabyinul Haqaiq Li Az-Zaila’i 1/129, Hasyiyah Ad-Dasuqi 1/242,247, Mughnil Muhtaj Li As-Syirbiniy 1/161, Al-Majmu’ Li An-Nawawi 3/382 dan Kassyaful Qina’ Li Al-Bahutiy 1/342)
([47]) Menurut Hanabilah dan salah satu pendapat Hanafiyyah. (Lihat: Al-Inshaf Li Al-Mardawi 2/41 dan Kassyaful Qina’ Li Al-Bahutiy 1/343, Hasyiyah Ibnu Abidin 1/540 dan Al-Bahru Ar-Ra’iq Li Ibni Nujaim 1/361)
([48]) H.R. Abu Dawud no.805, Tirmidzi no.307, Nasa’i no.979. Tirmidzi berkata: Hadits hasan shahih dan dishahihkan oleh Ibnu Hajar di dalam Nata’ijul Afkar 1/439.
([49]) H.R. Muslim no.459.
([50]) At-Thiwal Al-Mufasshal adalah:
- Menurut Hanafiyyah: Bacaan surat Al-Hujurat hingga surat Al-Buruj.
- Menurut Malikiyyah: Bacaan surat Al-Hujurat hingga surat An-Nazi’at.
- Menurut Hanabilah: Bacaan surat Qaf hingga surat An-Naba’.
- Menurut Syafi’iyyah: Bacaan surat Qaf hingga surat An-Naba’ (Hasyiyah Ibnu Abidin 1/362, Tabyinul Haqaiq Li Az-Zaila’i 1/129, Hasyiyah Ad-Dasuqi 1/242,247, Mughnil Muhtaj Li As-Syirbiniy 1/161, Al-Majmu’ Li An-Nawawi 3/382 dan Kassyaful Qina’ Li Al-Bahutiy 1/342)
([51]) Menurut Jumhur Hanafiyyah. (Al-Binayah Li Al-‘Ainiy 2/307, Fathul Qadir Li Al-Kamal bin Al-Humam 1/335, Syarh Mukhtashar Al-Khalil Li Al-Kharsyi 1/281, Hasyiyah Ad-Dasuqi 1/247, Zadul Ma’ad Li Ibni Al-Qayyim 1/203 dan Al-Majmu’ Li An-Nawawi 3/385)
([52]) Al-Baqi’ adalah tempat pemakaman penduduk Madinah (Fathul Bari Li Ibni Hajar 1/89).
([53]) H.R. Muslim no.454.
([54]) H.R. Muslim no.452.
([55]) Zadul Ma’ad Li Ibni Al-Qayyim 1/203.
([56]) Menurut pendapat jumhur ulama Hanafiyyah, Syafi’iyyah dan hanabilah (Fathul Qadir Li Al-Kamal bin Al-Humam 1/335, Raudhatu At-Thalibin Li An-Nawawi 1/248 dan Al-Inshaf Li Al-Mardawi 2/55 dan Kassyaful Qina’ Li Al-Buhutiy 1/343).
([57]) H.R. Muslim no.459.
([58]) H.R. Abu Dawud no.805, Tirmidzi no.307, Nasa’i no.979. Tirmidzi berkata: Hadits hasan shahih dan dishahihkan oleh Ibnu Hajar di dalam Nata’ijul Afkar 1/439.
([59]) Qishar Al-Mufasshal adalah:
- Menurut Hanafiyyah: Bacaan surat Al-Bayyinah hingga surat An-Naas.
- Menurut Malikiyyah: Bacaan surat Ad-Dhuha hingga surat An-Naas.
- Menurut Hanabilah: Bacaan surat Ad-Dhuha hingga surat An-Naas.
- Menurut Syafi’iyyah: Bacaan surat Ad-Dhuha hingga surat An-Naas. (Hasyiyah Ibnu Abidin 1/362, Tabyinul Haqaiq Li Az-Zaila’i 1/129, Hasyiyah Ad-Dasuqi 1/242,247, Mughnil Muhtaj Li As-Syirbiniy 1/161, Al-Majmu’ Li An-Nawawi 3/382 dan Kassyaful Qina’ Li Al-Buhutiy 1/342)
([60]) Menurut kesepakatan Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. (Lihat: Al-Binayah Li Al-Ainiy 2/307, Fathul Qadir Li Al-Kamal bin Al-Humam 1/335, Syarh Mukhtashar Al-Khalil Li Al-Kharsyi 1/281, Adz-Dzakhirah Li Al-Qarafiy 2/227, Raudhatu At-Talibin Li An-Nawawi 1/248, Al-Inshaf Li Al-Mardawi 2/41 dan Kassyaful Qina’ Li Al-Buhutiy 1/343).
([61]) H.R. Ahmad no.7991, Nasa’i no.982 dan dishahihkan oleh Al-Albaniy.
([62]) H.R. ‘Abdur Razzaq no2698 dan Ma’rifatus Sunan wa Al-Atsar no.4824.
([63]) Mughnil Muhtaj Li As-Syirbiniy 1/163.
([64]) Zaadul Ma’ad Li Ibn Al-Qoyyim 1/204.
[65]) Menurut kesepakatan Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah. (Al-Binayah Li Al-Ainiy 2/307, Fathul Qadir Li Al-Kamal bin Al-Humam 1/335, Syarh Mukhtashar Al-Khalil Li Al-Kharsyi 1/281, Adz-Dzakhirah Li Al-Qarafiy 2/227, Raudhatu At-Talibin Li An-Nawawi 1/248 dan Kassyaful Qina’ Li Al-Buhutiy 1/343).
([66]) H.R. Ahmad no.7991, Nasa’i no.982 dan dishahihkan oleh Al-Albaniy.
([67]) Zaadul Ma’ad Li Ibn Al-Qayyim 1/205.
([68]) H.R. Al-Baihaqi no.5272. Disebutkan di dalamnya bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya, dengan riwayat dari Qutaibah, dari Al-Laits bin Sa’d. Dan terdapat tambahannya yaitu “membaca surat Al-‘Alaq, Al-Lail dan tidak mengucapkan janganlah memberatkan manusia.”
Selengkapnya dalam sumber : https://firanda.com/bekalislam/2949-sunnah-sunnah-dalam-shalat.html/