Sunnah Sunnah Dalam Shalat (13) : Sujud Tilawah


13). Sujud Tilawah

Tata cara

Takbir untuk sujud tilawah

Pertama : Di luar Shalat

Terdapat perselisihan antara ulama:

  1. Tidak bertakbir, ini adalah pendapat Abu Hanifah, alasan mereka adalah karena tidak ada hadits shahih yang mendasarinya.
  2. Bertakbir ketika turun untuk sujud, ini adalah pendapat mayoritas fuqaha. ([89])

Berdasarkan hadits Ibnu Umar:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ عَلَيْنَا الْقُرْآنَ، فَإِذَا مَرَّ بِالسَّجْدَةِ كَبَّرَ، وَسَجَدَ وَسَجَدْنَا مَعَهُ

“Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam membacakan Al-Qur’an kepada kita, jika beliau melewati ayat sajdah maka beliau bertakbir, beliau sujud dan kami sujud bersama beliau”. ([90])

Dan terdapat atsar dari Ibnu Mas’ud:

إِذَا قَرَأْتَ سَجْدَةً فَكَبِّرْ وَاسْجُدْ، وَإِذَا رَفَعْتَ رَأْسَكَ فَكَبِّرْ

“Jika engkau membaca ayat sajdah maka bertakbirlah kemudian sujud, dan jika engkau mengangkat kepala maka bertakbirlah”. ([91])

Kedua: Di dalam Shalat

Bertakbir ketika turun dan bangkit, karena keumuman hadits shahih dalam sifat shalat Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam, beliau bertakbir setiap gerakan.

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُ فِي كُلِّ رَفْعٍ وَوَضْعٍ وَقِيَامٍ وَقُعُودٍ، وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ

“Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bertakbir setiap gerakan bangkit, turun, berdiri dan duduk. Begitupula Abu Bakar, Umar dan Utsman radhiyallahu ‘anhum”. ([92])

Imam Malik mengatakan: “Siapa yang membaca ayat sajdah dalam shalat, maka ia bertakbir untuk sujud dan bertakbir untuk mengangkat kepala”. ([93])

Ibnu Qudamah mengatakan: “Jika sujud tilawah maka ia harus bertakbir untuk sujud dan bangkit darinya”. ([94])

As-Syirazi mengatakan: “Jika dalam shalat maka sujud dengan bertakbir dan bangkit dengan bertakbir”. Imam Nawawi menjelaskan: “Ada pendapat Abu Ali bin Abu Hurairah yang telah disebutkan oleh Abu Hamid dan ulama kita yang lain dari beliau, bahwa tidak dianjurkan bertakbir untuk turun dan bangkit, ini adalah pendapat yang aneh dan lemah”. ([95])

Al-Kasani mengatakan: “Jika ia membacanya dalam shalat, yang paling utama adalah dikerjakan sesuai bentuk sujud juga, demikian yang diriwayatkan dari Abu Hanifah”. ([96])

Gerakan Tata Cara Sujud Tilawah

Karena turun hendak sujud maka tidak perlu mengangkat kedua tangan baik ketika turun menuju sujud maupun ketika bangkit dari sujud, dan tidak perlu juga duduk diantara dua sujud.

Permasalahan

Setelah sujud tilawah boleh langsung ruku?

Jika melakukan sujud tilawah dalam shalat, kemudian bangkit berdiri, boleh membaca lagi kemudian ruku’, boleh juga langsung ruku’ tanpa membaca ayat lagi, karena bacaan sudah ada sebelumnya. ([97])

Syaikh Utsaimin menjelaskan: “Sujud tilawah dalam shalat seperti sujud inti shalat tersebut, yaitu bertakbir ketika sujud dan ketika bangkit, tidak ada perbedaan apakah ayat sajdah tersebut adalah akhir ayat yang ia baca atau di pertengahan bacaan. Ia bertakbir ketika sujud, bertakbir ketika bangkit, kemudian ia bertakbir untuk ruku’, tidak mengapa dua takbir beruntun; karena penyebabnya berbeda”. ([98])

Bacaan Sujud Tilawah

Imam Nawawi mengatakan: “Dianjurkan ketika sujud (tilawah) membaca:

سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ ([99])

Sajada wajhi lilladzi kholaqohu wa showwarohu wa syaqqo sam áhu wa bashorohu bihaulihi wa quwwatihi

Atau membaca:

اللَّهُمَّ اكْتُبْ لِي بِهَا عِنْدَكَ أَجْرًا، وَاجْعَلْهَا لِي عِنْدَكَ ذُخْرًا، وَضَعْ عَنِّي بِهَا وِزْرًا، وَاقْبَلْهَا مِنِّي، كَمَا قَبِلْتَهَا مِنْ عَبْدِكِ دَاوُدَ ([100])

Allahummak tub li bihaa índaka ajron, waj álhaa lii índaka dzukhron, wa dho’ ánnii bihaa wizron, waqbalhaa minnii kamaa qobiltahaa min ábdika Dawuda

Dan jika dia membaca bacaan yang biasa dalam sujud maka boleh”. ([101])

Abu Dāwud As-Sijistani menceritakan bahwa ia mendengar Imam Ahmad ditanya apa yang dibaca dalam Sujud Al-Qur’an, beliau menjawab: Adapun aku, maka aku membaca Subhana Rabiiyal A’la. ([102])

Makmum tidak ikut imam sujud tilawah

Jika imam melakukan sujud tilawah, tetapi makmum tidak tahu, sehingga makmum ruku’, karena menyangka imam bertakbir untuk ruku’. Maka ada dua kemungkinan:

Pertama: Ia segera tahu, sementara imam masih dalam sujud tilawah, maka ia segera menyusul sujud.

Kedua: Ia tidak tahu sampai imam bangkit berdiri, maka ia tetap mengikuti imam pada gerakan setelahnya sampai selesai shalat, ia tidak perlu melakukan sujud tilawah di tengah shalat sendiri karena sujud tilawah adalah sunnah, sementara ia diperintahkan mengikuti imam. ([103])

***

Catatan Kaki :

([89]) ‘Aunul Ma’bud 4/288

([90]) HR. Abu Dāwud 1413, Abdurrazaq mengatakan: At-Tsauri kagum dengan hadits ini. Abu Dāwud mengatakan: Ia kagum karena bertakbir.

Al-Baghawi mengatakan: “Yang sunnah adalah jika ingin sujud tilawah adalah bertakbir… ini adalah pendapat mayoritas ulama”. (Syarhu Sunnah 3/315)

Dalam sanadnya ada Abdullah bin Umar Al-Umari, dia adalah perawi yang diperbincangkan sejumlah ulama, sanadnya dilemahkan oleh Nawawi dan Al-Hafiz, disetujui oleh Al-Albani. (Al-Majmu’ 4/58, At-Talkhis Al-Habir 2/27, Bulughul Maram 104, Tamamul Minnah 267)

Asal hadits terdapat dalam Shahihain dari hadits Ibnu Umar dengan lafaz lain. (At-Talkhis Al-Habir 2/27)

Inti masalah sanad ini: Tambahan takbir hanya pada riwayat Abdullah bin Umar Al-Umari, masalahnya dia adalah perawi yang dilemahkan sejumlah ulama. Al-Hakim menyebutkan riwayat Al-Umari, tetapi dia adalah Ubaidullah bin Umar Al-Umari, jika Ubaidullah, maka ia tsiqah.

([91]) HR. Baihaqi 3773, Syaikh Al-Albani menyebutkan bahwa tidak ada yang menyandarkan kepada Ibnu Mas’ud, tetapi Al-Baihaqi meriwayatkannya mu’allaq kepada orang lain, di sanadnya juga ada Ar-Rabi’ bin Shubaih, Al-Hafiz mengatakan: Shaduq Sayyi’il Hifzi. Syaikh Al-Albani menjelaskan bahwa riwayat di atas ada asalnya dari perbuatan Ibnu Mas’ud, tetapi di sanadnya ada Atha’ bin Sa’ib, namun ia mukhtalath. (Lihat Tamamul Minnah 268)

([92]) HR. Tirmidzi 253 dan mengatakan Hadits Hasan Shahih, Nasa’i 1149, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’ 330.

Kecuali ketika bangkit dari ruku’, karena membaca: sami’allahu liman hamidah.

Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syaikh Ibnu Baz (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 11/389) dan Syaikh Utsaimin (As-Syarh Al-Mumti’ 4/100 dan Fatawa Nur ‘Ala Darb 19/85)

Syaikh Utsaimin menegaskan: “Adapun yang dilakukan sebagian orang ketika membaca ayat sajdah dalam shalat, lalu ia sujud, ia hanya bertakbir untuk turun tanpa bertakbir untuk bangkit, maka aku tidak tahu dasarnya. Adapun khilaf yang terdapat dalam takbir ketika bangkit dari sujud tilawah, maka itu adalah dalam sujud yang bukan dalam shalat, adapun sujud dalam shalat maka mendapatkan hukum sujud dalam shalat”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 14/315)

([93]) Al-Mudawwanah 1/277

([94]) Al-Mughni 1/686

([95]) Al-Majmu’ 4/63

([96]) Bada’i’ Shana’i’ 1/188

([97]) Kasysyaf Al-Qina’ ‘an Matn Iqna’ 1/447

([98]) Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin 14/315

([99]) HR. Tirmidzi No. 580 dan mengatakan Hadits Hasan Shahih, Abu Dāwud No. 1414, Nasai No. 1129, Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf No. 4372, dari Aisyah bahwa Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam dalam Sujud Al-Qur’an pada malam hari membaca doa di atas. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani. Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa Nabi membacanya berulang-ulang.

([100]) HR. Tirmidzi No. 579, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani

([101]) Raudhatu Thalibin 1/322.

([102]) Masail Imam Ahmad bi Riwayat Abu Dāwud As-Sijistani hlm. 93

([103]) Majmu’ Fatawa wa Rasail Syaikh Utsaimin 14/24 No. 655, lihat juga Majmu’ Fatawa wa Maqalat Syaikh Ibnu Baz 30/169.

Makmum tidak perlu sujud sahwi atau melakukan sujud tilawah lagi.

Hal ini dikuatkan dengan ucapan Imam Syafi’i: “Siapa yang lupa di belakang imamnya maka tidak perlu sujud baginya”. Al-Mawardi mengomentari: “Dan ini benar, lupanya gugur di belakang imamnya, karena sabda Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam: Imam adalah penjamin. Yaitu menjamin jika lupa, juga berdasarkan riwayat Muawiyah bin Hakam ketika mendoakan orang yang bersin di belakang Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam, selesai shalat beliau melarang tetapi tidak memerintahkan dia sujud sahwi”. (Al-Hawi Al-Kabir 2/228)

Bahkan Ibnu Qudamah menyatakan: “Jika terluput maka tidak perlu sujud, sebagaimana jika membaca ayat sajdah dalam shalat lalu tidak melakukan sujud, maka ia tidak perlu sujud setelahnya (shalat)”. (Al-Mughni 1/444).

Selengkapnya dalam sumber : https://firanda.com/bekalislam/2949-sunnah-sunnah-dalam-shalat.html/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s