Nama lengkapnya adalah Ka’ab bin Malik bin Amru al-Anshari al-Khazraji. Ia di gelari orang Abu Abdulllah atau Abu Abdurrahman. Pernah mengikuti bai’atu aqabah dan perang uhud.
Ia adalah seorang penyair di zaman Jahiliah. Ayahnya, Malik bin Abi Ka’ab Ibnul-Qayin, seorang pahlawan terkenal dalam peperangan antara Aus dan Khazraj, yang terjadi sebelum zaman Islam.
Pamannya, Qais bin Abi Ka’ab, ikut dalam perang Badar dan ia juga seorang penyair. Ibunya, Laila binti Zaid bin Tsa’Iabah, dari Bani Salamah
Ka’ab adalah seorang penyair, sahabat Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, dan salah satu dari tiga sahabat yang tidak mengikuti perang tabuk. Namun kemudian dia bertaubat kepada Allah.
Ibnu Abu Hatim berkata, “Ka’ab adalah penduduk Shuffah, lalu dia mengalami kebutaan pada masa pemerintahan Mu’awiyah”.
Abdurrahman bin Ka’ab menceritakan dari ayahnya, bahwa Ka’ab pernah berkata, “Ya Rasulullah, sungguh Allah telah menurunkan sesuatu yang tidak enak tentang para penyair.”
Nabi shalallahu alaihi wasallam menjawab, “Sesungguhnya para mujahid itu berjihad dengan pedang dan lisannya. Demi Dzat yang jiwaku dalam tangan-Nya, sungguh kamu nampak seakan-akan telah melempar mereka dengan anak panah.”
Selain itu, suku Daus masuk Islam lantaran mendengar senandung bait syair Ka’ab,
“Kami telah menghabisi semua keraguan suku Tihamah Dan Khaibar, kemudian kami menyatukan pedang, Kami memilih pedang itu, dan seandainya ia bisa berbicara, Maka dia akan memilih menyerang Daus atau Tsaqif”
Abdurrahman bin Abdullah bin Ka’ab meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata: Aku mendengar Ka’ab berkata, “Aku tidak pernah ketinggalan dalam perang bersama Rasulullah sampai dengan perang Tabuk, kecuali perang Badar dan aku lebih senang tidak ikut perang Badar daripada ketinggalan berba’iat pada malam Aqabah”.
Dia wafat tahun 40 Hijriyah. Semoga Allah meridhoinya.
Ping balik: Kisah Ka’ab bin Malik, Saat Semua Berpaling (1/2) | Abu Zahra Hanifa
Ping balik: Kisah Ka’ab bin Malik, Saat Semua Berpaling (1/3) | Abu Zahra Hanifa