Hasan bin Ali bin Abu Thalib (9) : Wafatnya Al Hasan radhiyallahu ‘anhu


Kedatangan Hasan di Madinah disambut gembira sekaligus sedih oleh penduduk kota tersebut. Mereka gembira sebab cucu Rasulullah kembali ke tanah tempat kakeknya mula-mula membangun peradaban, tapi kesedihan pun menyeruak sebab kepemimpinan Islam tidak lagi berada di tangannya.

Di Madinah, saat ia tidak lagi dalam pusaran hingar-bingar politik, Hasan tekun mendekatkan dirinya kepada Allah. Ia giat mengajarkan ilmu agama kepada penduduk Madinah di Masjid Nabawi. Selain itu, ia juga rajin belajar kepada para sahabat kakeknya yang telah sepuh.

Pada 28 Safar tahun 50 Hijriyah, atau sebelas tahun sebelum kelak adiknya meninggal di padang Karbala, Hasan wafat dalam usia 47 tahun.

Beberapa saat sebelum mengembuskan napasnya yang terakhir, Hasan berkata kepada Husein, adiknya.

“Tiga kali aku pernah menderita keracunan, tetapi tidak sehebat yang kualami sekarang ini,” ucapnya.

Husein bertanya kepada kakaknya siapakah kiranya yang telah meracuninya. Namun, dengan semangat persatuan Hasan menolak memberitahu orang yang telah meracuninya. Ia khawatir adiknya yang berkarakter lebih keras daripada dirinya akan menuntut balas sehingga akan terjadi pertumpahan darah sesama kaum Muslimin.

Al-Hamid Al-Husaini menerangkan sebagian besar para penulis sejarah meyakini bahwa yang meracun hasan adalah istrinya sendiri yang bernama Ja’dah binti Al-Asy’ats atas perintah Muawiyah dengan iming-iming uang sebesar 100.000 dinar.

“Dikatakan lebih jauh, setelah Hasan wafat, Ja’dah menerima uang yang dijanjikan oleh Muawiyah itu, tetapi Muawiyah membatalkan janji akan menikahkannya dengan Yazid, konon karena Muawiyah takut kalau-kalau anaknya akan mengalami nasib seperti yang dialami oleh Hasan,” tulisnya.

Sementara Dr. Ali M. Sallabi dalam Al-Hasan ibn Ali: His Life & Times (2014) menerangkan bahwa sebagian kalangan justru menyebut Yazid yang menyuruh istri Hasan untuk meracuni suaminya.

Jika kamu meracuni Hasan, aku akan menikahimu,” ucap Yazid.

Namun, setelah Ja’dah binti Al-Asy’ats berhasil meracuni Hasan, Yazid mengingkari janjinya.

Masih menurut catatan Dr. Ali M. Sallabi, Ibnu Arabi rahimahullah justru menolak pendapat jika Hasan diracun atas perintah Muawiyah atau Yazid. Sebab menurutnya Hasan tidak lagi menjadi ancaman bagi mereka setelah kekhalifahan diserahkan kepada Bani Umayyah.

Tidak ada yang tahu kecuali Allah,” ungkap Ibu Arabi seperti dikutip Dr. Ali M. Sallabi.

Terlepas dari siapa sebenarnya yang meracuni Hasan dan siapa dalang di baliknya, beberapa saat sebelum ajal menjemput Hasan masih menunjukkan jiwa besarnya tentang pentingnya persatuan di kalangan kaum Muslimin.

“Bila aku wafat, makamkanlah aku dekat makam kakekku, Rasulullah. Untuk itu mintalah izin lebih dulu kepada Ummul Mukminin Aisyah, bolehkah aku dimakamkan di rumahnya di samping makam Rasulullah. Akan tetapi jika ada pihak yang menentang keinginanku, usahakanlah agar jangan sampai keinginanku itu mengakibatkan pertumpahan darah dan makamkanlah aku di permakaman umum, Baqi,” kata Hasan kepada adiknya sebelum ia wafat.

Dan benar saja, saat jenazahnya hendak dikebumikan, perselisihan terjadi antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Keturunan Umayyah menggugat keinginan Hasan tersebut karena menurut mereka khalifah ketiga (Utsman bin Affan yang keturunan Umayyah) saja tidak dimakamkan di samping Rasulullah. Sementara orang-orang Bani Hasyim berkeras bahwa ini adalah wasiat terakhir Hasan yang harus ditunaikan.

Di tengah ketegangan itu, Abu Hurairah, sahabat Rasulullah yang terkenal sebagai periwayat hadis, berhasil menengahi dua kubu yang berselisih. Ia mengingatkan pesan Hasan bahwa jika permakamannya menimbulkan sawala, maka ia meminta untuk dimakamkan di pekuburan umum saja. Akhirnya jenazah Hasan dikuburkan di Baqi, berdekatan dengan makam neneknya, Fatimah binti Asad, ibunda Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Benarkah Muawiyah Yang Membunuh Al Hasan ?

Demikianlah khilafah Mu’awiyah berlang­sung dengan persatuan kaum muslimin karena Al­lah Subhanahu wa Ta ‘ala dengan sebab pengor­banan Al-Hasan bin Ali radhiyallahu ‘anhu yang besar yang dia -demi Allah- lebih berhak terhadap khilafah daripada Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakar Ibnul Arabi dan para ulama.

“Semoga Allah meridlai seluruh para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada tahun ke 10 masa khilafah Mu’awiyah meninggallah Al-Hasan radhiyallahu anhu pada umur 47 tahun. Dan ini yang dianggap shahih oleh Ibnu Katsir, sedangkan yang masyhur adalah 49 tahun. 

Wallahu A’lam bish-Shawab. 

“Ketika beliau diperiksa oleh dokter, maka dia mengatakan bahwa Al-Hasan radhiyallahu ‘anhu meninggal karena racun yang memutuskan ususnya. Namun tidak diketahui dalam sejarah siapa yang membunuh­nya. Adapun ucapan Rafidlah yang menuduh pihak Mu’awiyah sebagai pembunuhnya sama sekali tidak dapat diterima sebagaimana dikatakan oleh Ibnul ‘Arabi dengan ucapannya:

“Kami mengatakan bahwa hal ini tidak mungkin karena dua hal: pertama, bahwa dia (Mu’awiyah) sama sekali tidak mengkhawatirkan kejelekan apapun dari Al-Hasan karena beliau telah menyerahkan urusannya kepada Mu’awiyah. Yang kedua, hal ini adalah perkara ghaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, maka bagaimana mungkin menuduhkannya kepada salah seorang makhluk-Nya tanpa bukti pada zaman yang berjauhan yang kita tidak dapat mudah percaya dengan nukilan seorang penukil dari kalangan pengikut hawa nafsu (Syi’ ah).

Dalam keadaan fitnah dan Ashabiyyah, setiap orang akan menuduh lawannya dengan tuduhan yang tidak semestinya, maka tidak mungkin diterima kecuali dari seorang yang bersih dan tidak didengar darinya kecuali keadilan.” (Lihat Al-Awashim minal Qawashim hal. 213-214)

Demikian pula dikatakan oleh Syaikhul Is­lam Ibnu Taimiyyah bahwa tuduhan Syi’ah tersebut tidak benar dan tidak didatangkan dengan bukti syar’i serta tidak pula ada persaksian yang dapat diterima dan tidak ada pula penukilan yang tegas tentangnya. (Lihat Minhajus Sunnah juz 2 hal. 225)

Semoga Allah merahmati Al-Hasan bin Ali dan meridlainya dan melipatgandakan pahala amal dan jasa-jasanya. Dan semoga Allah menerimanya sebagai syahid. Amiin.

***

sumber bacaan : https://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/01/hasan-bin-ali-bin-abu-talib-3-50-h/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s