Hasan bin Ali bin Abu Thalib (5) : Al Hasan Menjadi Khalifah


Selama ini, yang diketahui sebagian besar umat Islam adalah sejak terbunuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib, kekuasaan khalifah langsung  berpindah ke tangan Muawiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu.

Padahal sepeninggal khalifah Ali masih ada satu khalifah lagi. Beliau adalah Khalifah Hasan bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.

Kekhalifahan Hasan memang tidak berlangsung lama, karena setelah itu beliau memberikan kekuasaan khilafah ke Muawiyah bin Abu Sufyan. Namun perlu dicatat bahwa Khalifah Hasan bin Ali merupakan salah-satu khalifah sah kaum Muslimin (yang ke-5) yang dipilih secara langsung oleh umat.

Menurut al-Hafiz al-Mufassir Ibnu katsir dalam al-Bidayah wa-Nihayah,  Hasan bin Ali dibaiat oleh kaum Muslimin pada bulan Ramdhan tahun ke-40 H/660 M. diriwayatkan bahwa ketika Ali bin Abi Thalib ditusuk Ibnu Muljam, kaum Muslimin meminta beliau untuk menunjuk khalifah sesudahnya. Namun beliau menolaknya. Ali berkata,

“Tidak! Aku akan membiarkan kalian sebagaimana Rasulullah membiarkan kalian (yaitu tanpa menunjuk khalifah). Apabila Allah menghendaki kebaikan atas kalian maka Allah akan menyatukan kalian dibawah kepemimpinan orang yang terbaik dari kalian sebagimaan Dia telah menyatukan kalian dibawah kepmimpinan orang terbaik sepeninggal Rasulullah.”

Hasan dibaiat sebagai khalifah pada hari wafatnya Ali, dan orang pertama yang membaiatnya Qais bin Saad bin Ubadah, Seorang amir di daerah Adzerbaijan. Khalifah Hasan bin Ali dibai’at secara personal dan kemudian diikuti oleh para pengikut yang mengikuti bai’at berjamaah di masjid.

Sebagian para ulama, termasuk Ibnu Katsir- mengatakan bahwa beliau adalah salah satu Khulafa al-Raasyidun. Pendapat ini diperkuat oleh Hadits Rasulullah shalallahu alaihi wasallam “ Khilafah sesudahku 30 tahun. Setelah itu akan muncul raja-raja”. Khilafah genap tiga puluh tahun setelah Hasan melepaskan kekhalifahan kepada Muawwiyah.

Meskipun mendapat tekanan dari Muawiyah yang berkedudukan di Damaskus, Syam, Hasan justru secara persuasif menulis surat kepada Muawiyah. Ia memilih tidak menyerbu kekuatan gubernur Muawiyah bin Abu Sufyan.

’’Janganlah engkau terus-menerus terbenam di dalam kebatilan dan kesesatan. Bergabunglah dengan orang-orang yang telah menyatakan bai’at kepadaku. Sebenarnya engkau telah mengetahui, bahwa aku lebih berhak menempati kedudukan sebagai pemimpin umat Islam. Lindungilah dirimu dari siksa Allah dan tinggalkanlah perbuatan durhaka. Hentikanlah pertumpahan darah, sudah cukup banyak darah mengalir yang harus kau pikul tanggungjawabnya di akhirat kelak. Nyatakanlah kesetiaanmu kepadaku dan janganlah engkau menuntut sesuatu yang bukan hakmu, demi kerukunan dan persatuan umat Islam,” tulis Hasan seperti dikutip Al-Hamid Al-Husaini dalam Al-Husein bin Ali, Pahlawan Besar dan Kehidupan Islam pada Zamannya (1978).

Surat tersebut jelas menggambarkan Hasan sebagai orang yang lebih suka menghindari pertikaian dan pertumpahan darah. Ia juga menekankan pentingnya kerukunan dan persatuan umat Islam.

Namun, Muawiyah yang sudah merasakan asam garamnya dunia politik, menolak permintaan Hasan, dengan mengatakan: “Jika aku yakin bahwa engkau lebih tepat menjadi pemimpin daripada diriku, dan jika aku yakin bahwa engkau sanggup menjalankan politik untuk memperkuat kaum Muslimin dan melemahkan kekuatan musuh, tentu kedudukan khalifah akan kuserahkan kepadamu,” balasnya.

Hasan dalam kesehariannya sangat lunak. Lebih menyukai perdamaian. Menurut para sejarawan menilai sikap Hasan yang lebih memprioritaskan perdamaian sebagai nubuat kenabian dari sabda Rasulullah yang berdoa kepada Allah agar cucunya tersebut menjadi orang yang mendamaikan dua golongan kaum muslimin.

Adi bin Hatim adalah pemimpin suku at-Tha’iy yang sejak dulu tinggal di Kufah. Terkenal sebagai orator ulung. Ia masuk Islam pada tahun 9 Hijriyah dan menjadi salah satu sahabat Rasulullah.

“Ucapan anda [Hasan] sudah kudengar dan seruan anda sudah kupahami. Dengan ini aku menyatakan ketaatan dan kesetiaan kepadamu, demi Allah. Mulai detik ini juga aku siap menjalankan perintah anda, dan sekarang juga aku hendak berangkat ke Nukhailah,” sambungnya.

Di titik inilah Hasan berpikir bahwa perang melawan Muawiyah tidak akan membawa manfaat, jika mental pasukannya telah hancur dan sisa pendukungnya hanya akan menjadi bulan-bulanan musuh. Ia akhirnya memilih berdamai dengan Muawiyah dengan sejumlah kesepakatan yang salah satu isinya adalah menyerahkan kekhalifahan kepada putra Abu Sufyan tersebut. Keputusannya ini sempat membuat kecewa dan marah para pencinta keluarga Rasulullah (ahlul bait).

Salah satunya adalah Hujur bin Adi yang amat setia kepada ahlul bait. Ia marah sehingga berani mengecam Hasan. Menanggapi reaksi seperti itu, Hasan dengan tenang menjawab:

“Hai Hujur, ketahuilah bahwa tidak semua orang menghendaki apa yang engkau inginkan itu. Demikian pula tidak semua orang berpikir seperti engkau. Sesungguhnya dengan menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah itu aku tidak mempunyai tujuan lain kecuali untuk menyelamatkan kalian dari kehancuran dan kebinasaan,” jawab Hasan.

Padahal Rasulullah sendiri mengatakan dan diriwayatkan dalam kitab Ash-Shahih oleh Abu Bakrah, diriwayatkan juga oleh Jabir bin Abdillah dalam Al Bidayah Wan Nihayah, bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya cucuku ini adalah sayyid, kelak Allah akan mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimin melalui dirinya”.

Kekhalifahan Hasan sangat singkat. Kurang dari satu tahun masa pemerintahan,  beliau menyerahkan kekhalifahan dan berbaiat kepada Muawiyah bin Abi Sufyan.

Saat itu umat Islam sedang terpecah akibat fitnah yang menyebabkan perang saudara.

Hasan didukung oleh penduduk Iraq, Makkah Madinah, dan seluruh Hejaz. Sementara penduduk Suriah mendukung Muawiyah -yang telah memproklamasikan diri sebagai Khalifah umat Islam setelah menang dalam perundingan dengan Ali bin Abi Thalib- yang bermarkaz di damaskus

Kedua belah pihak saat itu berada dalam persaingan yang panas dan sedang dalam konflik bersenjata. Demi menghindari perpecahan umat akhirnya ia berbaiat kepada Muawiyah yang dianggap lebih cakap.

Hasan juga menyerukan agar seluruh pendukungnya taat dan berbaiat kepada Muawiyah.

Maka sejak itulah seluruh kaum muslimin sepakat berbaiat kepada  Muawiyah dan tahun itu disebut amul jamaah (tahun persatuan).

***

sumber bacaaan : artikel seputar cucu rasulullah shalallahu alaihi wasallam di web

One response to “Hasan bin Ali bin Abu Thalib (5) : Al Hasan Menjadi Khalifah

  1. Ping balik: Hasan bin Ali bin Abu Thalib (6) : Menyerahkan Kepemimpinan Kepada Muawiyah | Abu Zahra Hanifa

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s