Khalifah Abu Bakar (8) : Pengiriman Pasukan Usamah bin Zaid


Manakala bangsa Arab mendengar berita wafatnya Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam-, banyak dari mereka yang murtad. Gelombang orang-orang yang murtad ini menimbulkan ancaman besar di Jazirah Arab. Muncul juga orang-orang yang mengaku sebagai nabi. Bahkan mereka memobilisasi pasukan untuk memerangi umat Islam. Selain itu, juga ada gelombang mereka yang enggan mengeluarkan zakat.

Aisyah radhiyallahu anha, Ummul Mukminin menggambarkan keadaan saat itu dengan ungkapan, “Tatkala Rasulullah wafat, orang-orang Arab kembali murtad secara besar-besaran dan kemunafikan pun merajalela. Demi Allah! Aku mendapat beban yang berat, seandainya ia menimpa gunung yang kokoh niscaya ia akan hancur lebur. Para sahabat Muhammad ibarat domba yang diguyur hujan lebat pada malam hari di suatu kebun yang berada di tengah-tengah padang yang dipenuhi binatang buas”.

Setidaknya ada empat kebijakan penting yang diletakkan Abu Bakar, di antaranya adalah pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid, memerangi kaum murtadin, perluasan wilayah ke Iraq dan Syam. Mari kita simak perjalanannya satu per satu.

Pemberangkatan Pasukan Usamah bin Zaid

Kebijakan pertama yang diambil oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah memberangkatkan pasukan Usamah bin Zaid. Sebelum itu, pada tahun kesebelas Hijriah, Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sebenarnya telah mengirimkan satuan perang untuk memerangi Romawi di daerah Balqa’ dan Palestina. Sebagian anggota pasukan itu adalah para senior orang-orang Muhajirin dan Anshar yang dikomandani oleh Usamah bin Zaid.

Mobilisasi pasukan Usamah bin Zaid ini terhitung sebagai satuan perang ketiga yang dipersiapkan Rasulullah dalam menghadapi Romawi setelah Mu’tah (8 Hijriah) dan Tabuk (9 Hijriah).

Ketika sakit Rasulullah shalallahu alaihi wasallam semakin parah, pasukan Usamah bin Zaid masih berjaga-jaga di Jurf, suatu tempat berjarak tiga mil dari Madinah ke arah Syam. Mereka kembali ke Madinah ketika Rasulullah wafat, lalu kembali lagi ke Jurf.

Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq menjabat khalifah, ia memerintahkan salah seorang pada hari ketiga wafatnya Rasulullah untuk mengumumkan di tengah-tengah manusia, “Pengiriman pasukan Usamah harus segera dilaksanakan, dan ingatlah bahwa tidak seorang pun anggota pasukan Usamah yang boleh tinggal di Madinah. Mereka harus pergi ke markas pasukan Usamah di Jurf”.

Sebagian sahabat mengusulkan kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq agar membatalkan pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid. Mereka beralasan bahwa orang-orang Arab sedang bersiap-siap menyerang Madinah, sementara yang ikut bersama Usamah bin Zaid adalah mayoritas kaum muslimin. Mereka khawatir terhadap keselamatan khalifah, kehormatan Rasulullah, dan serta seluruh kota dan penduduk Madinah.

Usamah bin Zaid pun yang saat itu sedang berada di Jurf mengutus Umar bin Khaththab kepada Abu Bakar agar diizinkan kembali ke Madinah dengan alasan yang sama. Akan tetapi Abu Bakar tidak menyetujuinya dan tetap pada pendiriannya untuk memberangkatkan pasukan Usamah.

Bahkan ia berkata, “Demi Zat yang jiwa Abu Bakar berada di tangan-Nya! Sekiranya aku yakin ada binatang buas yang akan menerkamku, sungguh aku akan tetap melaksanakan pengiriman pasukan Usamah seperti yang diperintahkan Rasulullah saw. Seandainya tidak tersisa di negeri ini selain diriku, sungguh aku tetap akan melaksanakan perintah itu.”

Sementara itu, orang-orang Anshar menuntut agar pasukan tersebut dipimpin orang yang lebih tua dari Usamah yang disampaikan Umar bin Khaththab kepada Abu Bakar.

Menanggapi usulan itu, Abu Bakar lantas berkata kepada Umar, “Celakalah engkau wahai putra Khaththab! Rasulullah telah mengangkat Usamah (sebagai komandan pasukan), tetapi mengapa engkau menyuruhku membatalkannya.”

Pada saat pemberangkatan pasukan Usamah bin Zaid, Abu Bakar mengantarkan pasukan tersebut dengan berjalan kaki, sementara Usamah mengendarai hewan tunggangannya. Usamah lantas mengusulkan agar Abu Bakar lah yang naik hewan tunggangan dan ia yang berjalan kaki. Tetapi usul itu ditolak Abu Bakar. Pada kesempatan itu juga Abu Bakar meminta izin kepada Usamah bin Zaid agar mengizinkan Umar bin Khathtthab untuk bisa tinggal di Madinah supaya membantu dan menemaninya menjalankan kekhilafahan. Usamah pun mengizinkannya. Tatkala itu Umar bin Khaththab adalah salah satu pasukan Usamah.

Sebelum mereka berangkat, Abu Bakar memberi wasiat kepada pasukan Usamah bin Zaid, “Wahai manusia, berdirilah! Aku wasiatkan kepada kalian sepuluh hal, yang hendaknya kalian jaga: Janganlah kalian berkhianat, mengambil ghanimah sebelum dibagi, menipu, memutilasi, dan membunuh anak kecil, orang lanjut usia, maupun perempuan. Janganlah kalian merusak dan membakar pohon kurma. Janganlah kalian menebang pohon yang sedang berbuah dan janganlah kalian menyembelih domba, sapi, dan juga onta untuk kecuali untuk dimakan. Kalian akan melewati beberapa kaum yang membawakan untuk kalian bejana-bejana yang berisi berbagai macam makanan. Jika kalian memakannya sedikit demi sedikit, sebutlah selalu nama Allah sebelum makan. Kalian juga akan bertemu dengan beberapa kaum yang mencukur bagian tengah rambut mereka saja dan membiarkan sekelilingnya seperti ikat kepala. Tebaslah mereka dengan pedang dan mulailah dengan menyebut nama Allah.”

Tujuan Jihad Umat Islam

Dari wasiat Abu Bakar kepada pasukan Usamah tersebut, tampaklah tujuan jihad umat Islam, yaitu mendakwahkan Islam. Ketika suatu bangsa menyaksikan pasukan Islam yang menaati wasiat tersebut, bangsa tersebut pasti memeluk Islam secara sukarela. Penyebabnya adalah:

1). Mereka menyaksikan pasukan Islam tidak berkhianat, tetapi menjaga amanah, memenuhi janji, tidak mencuri harta orang lain maupun menguasainya dengan cara yang tidak benar.

2). Pasukan Islam tidak memutilasi musuh. Mereka membunuh dengan cara yang benar; suka memaafkan; memuliakan dan menyayangi anak kecil; berbuat baik dan menghormati orang yang sudah tua; menjaga dan melindungi kaum wanita.

3). Pasukan Islam tidak menghambur-hamburkan kekayaan negeri yang telah ditaklukkan. Bangsa yang ditaklukkan justru akan melihat pasukan Islam menjaga pohon kurma dan tidak membakarnya; tidak menebang pohon yang sedang berbuah dan tidak menghancurkan perkebunan atau merusak ladang.

4). Pasukan Islam bisa menjaga kekayaan umat manusia, sehingga mereka tidak akan bertindak licik, berkhianat, mengambil ghanimah sebelum dibagikan, memutilasi musuh yang terbunuh, dan membunuh anak kecil, orang yang lanjut usia dan kaum wanita. Pasukan Islam juga menjaga hewan ternak, sehingga tidak akan menyembelih domba, sapi maupun unta kecuali hanya untuk dimakan saja.

Apakah pasukan non-muslim mampu menjaga salah satu dari etika perang tersebut? Atau, mereka justru mengubah negeri yang mereka taklukkan menjadi rusak dan hancur? Kita dapat melihat faktanya dari agresi Komunis atheis di Afghanistan, dan Serbia di Bosnia dan juga Kosovo, di India terhadap Muslim Kashmir, di Chechnya, dan Yahudi di Palestina.

5). Pasukan Islam menghormati keyakinan dan agama umat terdahulu, sehingga tidak menyerang orang-orang yang sedang beribadah di gereja dan tidak mengganggu mereka.

6). Setiap poin yang disebutkan dalam wasiat Abu Bakar bukan sekedar kata-kata, melainkan telah dilaksanakan oleh pasukan Islam di masanya dan masa sesudahnya.

7). Usamah dan pasukannya berangkat ke medan perang. Usamah dan pasukannya meraih kemenangan demi kemenangan dan berhasil mendapatkan ghanimah.

Keberangkatan pasukan Usamah ini sampai pulangnya membutuhkan waktu 40 hari.


https://www.kiblat.net/2016/03/07/kebijakan-strategis-abu-bakar-as-shiddiq-1-pengiriman-pasukan-usamah-bin-zaid/

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s