Perang Uhud, Kekalahan Perang Pertama Akibat Kelalaian


Para sahabat adalah orang-orang yang memiliki keimanan paling tinggi dibanding manusia lainnya. Ini terbukti ketika Perang Uhud hendak berkecamuk, mereka serta-merta menyatakan diri ingin ikut dalam perang tersebut. Tak terkecuali anak-anak yang masih di bawah umur. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam belum membolehkan mereka ikut berperang.

Setelah tidak memperoleh hasil yang berarti dengan aksinya di sekitar Madinah, akhirnya Abu Sufyan kembali ke Makkah dan berhasil mengumpulkan sekitar 3.000 pasukan, terdiri dari orang-orang Quraisy dan sekutu-sekutunya.

Bahkan, mereka membawa serta para wanita agar mereka terpancing untuk membela istri-istri mereka dan tidak melarikan diri meninggalkan para wanita tersebut.

Pasukan Quraisy mulai bergerak ke Madinah dengan sayap kanan dipimpin Khalid bin al-Walid dan sayap kiri oleh ‘Ikrimah bin Abi Jahl.

Perang Uhud & Mimpi Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam

Uhud adalah nama sebuah gunung di dekat kota Madinah. Sebuah gunung yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

هَذَا جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ

“Ini gunung yang mencintai kami dan kami pun mencintainya.” (Sahih, HR. al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik dan Sahl bin Sa’d as-Sa’idi)

Ibnu Hajar rahimahullah dalam al-Fath (7/432) menerangkan, “Di antara sebab lain terjadinya perang Uhud adalah apa yang diceritakan oleh Ibnu Ishaq dan Musa bin ‘Uqbah serta yang lainnya. Setelah orang-orang Quraisy kembali, mereka mengajak semua bangsa Arab yang dapat diajak untuk memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kaum muslimin. Ada pula sebagian kaum muslimin yang merasa menyesal tertinggal (tidak ikut) dalam peristiwa Badr lalu berharap bertemu musuh.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Jum’at ketika itu bermimpi. Keesokan harinya beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakannya kepada para sahabat.

Al-Imam al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan tentang mimpi itu,

عَنْ أَبِي مُوسَى أُرَى عَنِ النَّبِيِّ قَالَ :رَأَيْتُ فِي رُؤْيَايَ أَنِّي هَزَزْتُ سَيْفًا فَانْقَطَعَ صَدْرُهُ فَإِذَا هُوَ مَا أُصِيبَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ أُحُدٍ، ثُمَّ هَزَزْتُهُ أُخْرَى فَعَادَ أَحْسَنَ مَا كَانَ فَإِذَا هُوَ مَا جَاءَ بِهِ اللهُ مِنَ الْفَتْحِ وَاجْتِمَاعِ الْمُؤْمِنِينَ، وَرَأَيْتُ فِيهَا بَقَرًا وَاللهِ خَيْرٌ فَإِذَا هُمُ الْمُؤْمِنُونَ يَوْمَ أُحُدٍ

Dari Abu Musa radhiallahu ‘anhu, saya duga dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Saya lihat dalam mimpi, seperti mengayunkan pedang lalu patah di tengahnya. Ternyata itu adalah musibah yang dialami kaum mukminin pada Perang Uhud. Kemudian saya ayunkan lagi, lalu kembali menjadi lebih baik. Ternyata itu adalah kemenangan dan persatuan kaum mukminin. Saya lihat beberapa ekor sapi. Demi Allah, ini adalah kebaikan. Ternyata mereka adalah kaum mukminin (yang gugur sebagai syuhada) pada Perang Uhud.”

Al-Imam Ahmad rahimahullah menceritakan pula dalam Musnad-nya,

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ :تَنَفَّلَ رَسُولُ اللهِ سَيْفَهُ ذَا الْفِقَارِ يَوْمَ بَدْرٍ وَهُوَ الَّذِي رَأَى فِيهِ الرُّؤْيَا يَوْمَ أُحُدٍ فَقَالَ :رَأَيْتُ فِي سَيْفِي ذِي الْفِقَارِ فَلًا فَأَوَّلْتُهُ فَلاً يَكُونُ فِيكُمْ، وَرَأَيْتُ أَنِّي مُرْدِفٌ كَبْشًا فَأَوَّلْتُهُ كَبْشَ الْكَتِيبَةِ، وَرَأَيْتُ أَنِّي فِي دِرْعٍ حَصِينَةٍ فَأَوَّلْتُهَا الْمَدِينَةَ، وَرَأَيْتُ بَقَرًا تُذْبَحُ فَبَقَرٌ وَاللهِ خَيْرٌ فَبَقَرٌ وَاللهِ خَيْرٌ. فَكَانَ الَّذِي قَالَ رَسُولُ اللهِ

Dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil bagian rampasan pedang Dzul Fiqar pada waktu Perang Badr. Pedang itu pula yang dilihat beliau dalam mimpi dalam peristiwa Uhud. Kata beliau, ‘Saya lihat pada pedangku Dzul Fiqar sumbing, saya takwilkan kamu kocar-kacir. Saya lihat mengikuti seekor kibasy (domba jantan), saya takwilkan sebagai pasukan batalion. Saya lihat diri saya dalam baju besi yang kokoh, lalu saya takwilkan kota Madinah. Saya lihat sapi-sapi disembelih, maka sapi-sapi itu, demi Allah, adalah kebaikan. Sapi itu, demi Allah, adalah kebaikan.’ Terjadilah apa yang dikatakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Dalam riwayat lain, dari jalan Abu Zubair al-Makki (seorang yang mudallis dan dia meriwayatkan dengan ‘an’anah), seperti ini juga.

Dalam riwayat itu dikatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada para sahabatnya [1],

لَوْ أَنَّا أَقَمْنَا بِالْمَدِينَةِ فَإِنْ دَخَلُوا عَلَيْنَا فِيهَا قَاتَلْنَاهُمْ فَقَالُوا :يَا رَسُولَ اللهِ، وَاللهِ مَا دُخِلَ عَلَيْنَا فِيهَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ، فَكَيْفَ يُدْخَلُ عَلَيْنَا فِيهَا فِي الْإِسْلاَمِ؟
قَالَ عَفَّانُ فِي حَدِيثِهِ :فَقَالَ :شَأْنَكُمْ إِذًا .قَالَ :فَلَبِسَ لأْمَتَهُ .قَالَ :فَقَالَتِ الْأَنْصَارُرَدَدْنَا عَلَى رَسُولِ اللهِ رَأْيَهُ .فَجَاءُوا فَقَالُوا :يَا نَبِيَّ اللهِ، شَأْنَكَ إِذًا .فَقَالَ :إِنَّهُ لَيْسَ لِنَبِيٍّ إِذَا لَبِسَ لأْمَتَهُ أَنْ يَضَعَهَا حَتَّى يُقَاتِلَ

“Kalau kita tetap di Madinah, bila mereka masuk, kita perangi mereka.”

Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, demi Allah. Mereka tidak pernah masuk ke kota ini di masa jahiliah. Bagaimana bisa mereka memasukinya di masa Islam?”

Kata ‘Affan (rawi) dalam haditsnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Terserah kalian kalau begitu.” Beliau segera mengenakan perlengkapan perangnya.

Orang-orang Anshar berkata, “Duhai, kami sudah berani membantah pendapat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!”

Mereka lalu menemui beliau dan berkata, “Wahai Nabi Allah, terserah Anda kalau begitu.”

Beliau berkata, “Tidak pantas bagi seorang Nabi jika sudah mengenakan pakaian perangnya lalu melepasnya kembali, sampai dia berperang.”

Akhirnya mereka pun berangkat. Mula-mula jumlah mereka 1.000 orang, sedangkan kaum musyrikin berjumlah 3.000 orang. Lima puluh orang di antaranya adalah pasukan panah. Di tengah perjalanan, Abdullah bin Ubay bin Salul berbalik pulang membawa 300 orang.

Ibnu Ishaq menceritakan bahwa di antara alasan Abdullah membelot adalah karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya tidak menyetujui usulnya untuk bertahan saja di dalam kota Madinah.

Abdullah, ayah Jabir bin Abdillah berusaha mengingatkan mereka, “Marilah berperang di jalan Allah ‘azza wa jalla atau pertahankanlah dirimu!

Mereka berkata, “Seandainya kami tahu kamu akan berperang, tentulah kami tidak akan kembali.”

Abdullah kembali ke pasukan sambil mencerca mereka.

Mempersiapkan Pasukan

Beliau menyerahkan bendera kepada Mush’ab bin ‘Umair dan mengangkat ‘Abdullah bin Ummi Maktum menggantikan beliau sebagai imam shalat di Madinah.

Beliau pun memilih beberapa pemuda. Siapa yang masih dianggap terlalu muda, tidak beliau bawa. Termasuk di antara mereka adalah Ibnu ‘Umar, Usamah bin Zaid, al-Bara’ bin ‘Azib, Usaid bin Zhahir, Zaid bin Arqam, Zaid bin Tsabit, ‘Arabah bin Aus, dan ‘Amr bin Hazm. Adapun yang mampu, beliau gabungkan dalam pasukan, dan mereka adalah yang sudah berusia 15 tahun; di antaranya adalah Rafi’ bin Khadij dan Samurah bin Jundab. (az-Zaad, 3/195)

Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat meneruskan perjalanan hingga sampai di salah satu lembah di kaki Gunung Uhud. Beliau jadikan Uhud berada di belakang pasukan muslimin. Beliau melarang mereka menyerang sampai beliau sendiri yang memerintahkannya.

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah mengisahkan hal ini dalam Shahih-nya dari Abu Ishaq as-Sabi’i. Dia mendengar al-Bara’ bin ‘Azib mengatakan,

جَعَلَ النَّبِيُّ عَلَى الرَّجَّالَةِ يَوْمَ أُحُدٍ وَكَانُوا خَمْسِينَ رَجُلاً عَبْدَ اللهِ بْنَ جُبَ فَقَالَ :إِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخْطَفُنَا الطَّ فَلَا تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلاَ تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan seorang komandan bagi pasukan panah yang berjumlah lima puluh orang, yaitu Abdullah bin Jubair.

Kata beliau, “Meskipun kamu lihat kami disambar burung, tetaplah kamu di markas kamu ini, sampai kamu dipanggil. Dan kalau kamu lihat kami mengalahkan dan menundukkan mereka, tetaplah kamu di sini sampai kamu dipanggil.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pula mereka agar menyerang kaum musyrikin dengan panah supaya mereka tidak menyerbu kaum muslimin dari arah belakang. (az-Zaad, 3/194)

Setelah pasukan berhadapan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan pedangnya kepada sahabat,

فَقَالَ مَنْ يَأْخُذُ مِنِّي هَذَا؟ فَبَسَطُوا أَيْدِيَهُم كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْهُم يَقُولُ :أَنَا، أَنَا .قَالَ :فَمَنْ يَأْخُذُهُ بِحَقِّهِ؟ قَالَ :فَأَحْجَمَ الْقَوْمُ، فَقاَلَ سِمَاكُ بْنُ خَرَشَةَ أَبُو دُجَانَةَ :أَنَا آخُذُهُ بِحَقِّهِ .قَال :فَأَخَذَهُ فَفَلَقَ بِهِ هَامَ الْمُشْرِكِيْنَ

Beliau berkata, “Siapa yang menerima pedang ini dariku?”

Para sahabat menjulurkan tangan mereka dan berkata, “Saya, saya.” Beliau berkata pula, “Siapa yang menerimanya dengan (menunaikan) haknya?”

Kata Anas (rawi), “Mereka pun menarik tangan mereka.” Simak bin Kharasyah Abu Dujanah berkata, “Saya yang menerimanya dengan haknya.” Dia pun bertempur dengan pedang itu membelah kepala-kepala kaum musyrikin. (HR. Muslim dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu)

Dalam riwayat lain, setelah menyambut pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu, Abu Dujanah mengikatkan sehelai kain merah di kepalanya. Semua orang tahu bahwa itu berarti dia siap bertarung sampai mati.

Dia pun memanggul pedang beliau dan berjalan di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil berlagak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya dan berkata,

إِنَّهَا لَمِشْيَةٌ يَبْغَضُهَا اللهُ إِلاَّ فِي مِثْلِ هَذَا الْمَوْطِنِ

“Sungguh, ini adalah cara berjalan yang dibenci oleh Allah, kecuali di tempat yang seperti ini.”[2]

Genderang perang berbunyi. Yang pertama kali memulai dari kalangan musyrikin adalah Abu ‘Amir. Namanya Abdu ‘Amr bin Shaifi, dan dijuluki rahib. Akan tetapi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memangilnya Fasiq. Pada masa jahiliah dia termasuk tokoh Aus. Setelah Islam menyebar di Madinah, dia merasa sesak dan menampakkan permusuhannya terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia keluar dari Madinah dan bergabung dengan musyrikin Quraisy.

Di sana dia membangkitkan keberanian Quraisy untuk menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan, dia menjanjikan bahwa apabila kaumnya melihatnya tentu mereka akan mengikuti dan taat kepadanya.

Ketika mereka sudah berhadapan dengan pasukan muslimin, Abu ‘Amir memanggil kaumnya agar mengikutinya. Akan tetapi, mereka justru berkata kepadanya, “Allah tidak menyenangkan penglihatan dengan kamu, wahai orang fasik“.

Kemenangan yang sudah berada di depan mata, dalam sekejap berubah menjadi kekalahan. Inilah keadaan kaum muslimin dalam Perang Uhud.

Kemenangan yang sudah hampir diraih berubah menjadi kekalahan karena pasukan pemanah yang ditempatkan di atas Bukit Uhud tidak mematuhi perintah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Akibat kelalaian ini, pasukan musyrikin berkesempatan memukul balik pasukan muslimin.

Jalannya Pertempuran

Ibnul Qayyim rahimahullah menceritakan dalam Zadul Ma’ad (3/194).

“Pada hari Sabtu, mereka bersiap siaga untuk berperang. Kaum muslimin bergerak dengan tujuh ratus orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menempatkan lima puluh orang pasukan pemanah di atas Bukit Uhud. Beliau mengingatkan agar mereka tidak bergerak meskipun mereka melihat burung-burung menyambar pasukan muslimin. Selain itu, mereka harus selalu melepaskan anak panah ke arah pasukan musyrikin supaya tidak menyerang kaum muslimin dari arah belakang.”

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah menceritakan dalam Shahih-nya dari al-Bara’ bin ‘Azib,

جَعَلَ النَّبِيُّ عَلَى الرَّجَّالَةِ يَوْمَ أُحُدٍ وَكَانُوا خَمْسِينَ رَجُلاً عَبْدَ اللهِ بْنَ جُبَيْرٍ فَقَالَإِنْ رَأَيْتُمُونَا تَخْطَفُنَا الطَّيْرُ فَ تَبْرَحُوا مَكَانَكُمْ هَذَا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ، وَإِنْ رَأَيْتُمُونَا هَزَمْنَا الْقَوْمَ وَأَوْطَأْنَاهُمْ فَلاَ تَبْرَحُوا حَتَّى أُرْسِلَ إِلَيْكُمْ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menentukan komandan pasukan panah yang berjumlah lima puluh orang yang memimpin mereka, yaitu Abdullah bin Jubair.

Beliau berkata, “Meskipun kalian lihat kami disambar burung, tetaplah kalian di markas kalian ini, sampai kamu dipanggil. Dan kalau kalian lihat kami mengalahkan dan menundukkan mereka, tetaplah kalian di sini sampai kalian dipanggil.”

Selanjutnya Ibnul Qayyim rahimahullah mengisahkan pula (az-Zad, 3/195):

“Kaum musyrikin Quraisy mulai bersiap untuk menyerang. Mereka datang dengan kekuatan 3.000 personil. Seratus di antaranya adalah pasukan berkuda. Sayap kanan dipimpin oleh Khalid bin Al-Walid yang saat itu belum masuk Islam. Di sebelah kiri dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahl yang juga belum masuk Islam saat itu.

Petempuran berlangsung dengan hebat. Masing-masing berusaha menjatuhkan lawannya. Abu Dujanah radhiallahu ‘anhu yang saat itu memegang pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berhasil menembus jantung pertahanan kaum musyrikin hingga mereka kocar-kacir.

Pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang di tangannya terayun menyambar setiap lawan, hingga akhirnya sampai di sebuah kepala. Ternyata itu adalah kepala Hindun binti ‘Utbah, istri Abu Sufyan yang ketika itu masih musyrik. Abu Dujanah merasa tidak rela mengotori pedang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam akhirnya menarik pedang itu dan mencari lawan yang lain.

Hanzhalah, putra Abu ‘Amir Fasiq, bertempur dengan hebat sampai ke jantung pertahanan musuh. Bahkan, dia sudah siap menebaskan pedang ke kepala Abu Sufyan bin Harb ketika itu. Namun Syaddad bin al-Aswad mendahuluinya. Dia pun gugur sebagai syahid.

Ketika itu dia sedang junub. Waktu itu, Hanzhalah sedang berpengantin baru dengan istrinya. Ketika mendengar panggilan jihad, dia segera bangkit menyambut seruan itu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan kepada para sahabatnya,

أَنَّ الْمَلاَئِكَةَ تُغَسِّلُهُ

“Para malaikat memandikan jenazahnya.”

Kemudian beliau berkata, “Tanyakan kepada keluarganya, ada apa sebenarnya?

Para sahabat bertanya kepada istrinya. Wanita itu pun menceritakan kejadian sebenarnya.[3]

Kemenangan tampaknya menjadi milik kaum muslimin. Perlahan tetapi pasti, pasukan musyrikin mulai kewalahan. Akhirnya, mereka melarikan diri, meninggalkan gelanggang pertempuran, meninggalkan wanita-wanita mereka.

Inilah tahap awal jalannya pertempuran. Dalam peristiwa ini, para sahabat wanita juga ikut bertempur dengan hebat. Sebut saja Ummu Imarah Nusaibah binti Ka’b yang ikut mengayunkan pedang. Namun, dia terluka hebat ditebas oleh ‘Amr bin Qami’ah yang ketika diserangnya mengenakan dua lapis baju besi.

Kekalahan Kaum Muslimin

Pasukan musyrikin berantakan dan melarikan diri meninggalkan perempuan-perempuan mereka. Melihat kejadian ini, pasukan panah yang berada di bagian belakang lupa dengan tugas yang dibebankan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka. Mereka pun turun meninggalkan markas mereka.

Kata mereka, “Lihat ghanimah (rampasan perang, red), ghanimah! Mari kita kejar. Musuh sudah kalah. Apalagi yang kalian tunggu?!”

Abdullah bin Jubair radhiallahu ‘anhu berusaha mengingatkan mereka, “Apakah kalian lupa pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”

Namun, kata mereka, “Demi Allah, kami akan datang ke sana untuk mengambil ghanimah”.

Mereka tidak mengindahkannya, lantas turun dari bukit tersebut. Mereka merasa yakin bahwa kaum musyrikin tidak mungkin kembali.

Tempat itu pun kosong dari penjagaan. Kaum musyrikin melihat peluang ini, dan segera menempati posisi mereka. Akhirnya, mereka berhasil mengepung barisan kaum muslimin.

Mendapat serangan balik ini, beberapa gelintir sahabat di bukit itu berusaha bertahan. Namun, mereka gugur satu demi satu. Semoga Allah mengampuni dan meridhai mereka.

Perlahan namun pasti, pasukan musyrikin mulai menyerang ke depan. Sementara itu, pasukan musyrikin yang sebelumnya melarikan diri juga berbalik menyerang kaum muslimin. Keadaan kaum muslimin mulai terjepit, diserang dari arah depan dan belakang.

Para sahabat kocar-kacir. Kaum musyrikin maju mendekati posisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka berhasil melukai kepala beliau, memecahkan gigi seri beliau. Bahkan, beberapa kali beliau terperosok ke dalam lubang yang digali oleh Abu ‘Amir Fasiq dan melempari beliau dengan batu-batuan.

Inilah yang Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan dalam firman-Nya,

وَلَقَدۡ صَدَقَكُمُ ٱللَّهُ وَعۡدَهُۥٓ إِذۡ تَحُسُّونَهُم بِإِذۡنِهِۦۖ حَتَّىٰٓ إِذَا فَشِلۡتُمۡ وَتَنَٰزَعۡتُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِ وَعَصَيۡتُم مِّنۢ بَعۡدِ مَآ أَرَىٰكُم مَّا تُحِبُّونَۚ مِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلدُّنۡيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ ٱلۡأٓخِرَةَۚ ثُمَّ صَرَفَكُمۡ عَنۡهُمۡ لِيَبۡتَلِيَكُمۡۖ وَلَقَدۡ عَفَا عَنكُمۡۗ وَٱللَّهُ ذُو فَضۡلٍ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ١٥٢
          إِذۡ تُصۡعِدُونَ وَلَا تَلۡوُۥنَ عَلَىٰٓ أَحَدٖ وَٱلرَّسُولُ يَدۡعُوكُمۡ فِيٓ أُخۡرَىٰكُمۡ فَأَثَٰبَكُمۡ غَمَّۢا بِغَمّٖ لِّكَيۡلَا تَحۡزَنُواْ عَلَىٰ مَا فَاتَكُمۡ وَلَا مَآ أَصَٰبَكُمۡۗ وَٱللَّهُ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٥٣

“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji-Nya kepada kamu, ketika kamu membunuh mereka dengan izin-Nya sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan) atas orang-orang yang beriman.

(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seseorang pun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan atas kamu kesedihan atas kesedihan, supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput daripada kamu dan terhadap apa yang menimpa kamu. Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali ‘Imran: 152—153)

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah menceritakan dalam Shahih-nya,

عَنْ أَنَسٍ قَالَ :لَّمَا كَانَ يَوْمُ أُحُدٍ انْهَزَمَ النَّاسُ عَنِ النَّبِيِّ وَأَبُو طَلْحَةَ بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ مُجَوِّبٌ عَلَيْهِ بِحَجَفَةٍ لَهُ وَ كَانَ أَبُو طَلْحَةَ رَجُلاً رَامِيًا شَدِيدَ النَّزْعِ، كَسَرَ يَوْمَئِذٍ قَوْسَيْنِ أَوْ ثَلاثًا، وَكَانَ الرَّجُلُ يَمُرُّ مَعَهُ بِجَعْبَةٍ مِنَ النَّبْلِ فَيَقُولُ :انْثُرْهَا لِأَبِي طَلْحَةَ .قَالَ : وَيُشْرِفُ النَّبِيُّ يَنْظُرُ إِلَى الْقَوْمِ فَيَقُولُ أَبُو طَلْحَةَ :بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي، لاَ تُشْرِفْ يُصِيبُكَ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ الْقَوْمِ، نَحْرِي دُونَ نَحْرِكَ

Dari Anas radhiallahu ‘anhu, katanya, Ketika terjadi perang Uhud, kaum muslimin berlarian meninggalkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Thalhah tetap berdiri di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan melindungi beliau dengan perisainya.

Abu Thalhah adalah seorang pemanah ulung (sangat kuat dalam menarik panah). Pada waktu itu dia telah mematahkan dua atau tiga buah busur. Kalau ada yang melintas membawa panah, beliau berkata kepadanya, “Serahkan panah itu kepada Abu Thalhah.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berusaha melihat suasana pertempuran dari balik punggung Abi Thalhah.

Abu Thalhah berkata, “Ayah dan ibuku jadi tebusanmu (aku mohon) janganlah Anda melihat-lihat. Nanti Anda terkena panah musuh. Dadaku di dekat dadamu (sebagai perisai).”

Perang Uhud benar-benar pertempuran yang dahsyat. Rasulullah n sempat terluka di bagian pipi dan gigi beliau ada yang tanggal. Kaum muslimin sempat patah semangat ketika setan meniupkan berita bahwa beliau telah meninggal. Pada pertempuran ini pula salah satu pahlawan Islam, Hamzah bin Abdul Muththalib, gugur.

Keadaan pribadi Nabi -shalallahu alaihi wasallam- juga sangat menyedihkan. Apalagi kaum musyrikin betul-betul dendam kepada beliau. Beberapa prajurit musyrikin berusaha mendekati beliau, ada yang berhasil memecahkan topi baja beliau sehingga melukai kepala dan menembus pipi beliau serta memecahkan gigi seri beliau.

Al-Imam Al-Bukhari menceritakan dalam Shahih-nya:

(Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka) [4] Humaid dan Tsabit berkata, dari Anas bahwasanya Nabi luka berdarah kepala beliau pada perang Uhud, lalu berkata: “Bagaimana mungkin beruntung satu kaum yang melukai Nabi mereka“. Maka turunlah ayat: (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu)”

Ibnu Hajar t mengatakan (Al-Fath, 7/457): Adapun hadits (riwayat) Humaid (Ath-Thawil), disambungkan sanadnya oleh Al-Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasa`i dari beberapa jalan dari Humaid.

Ibnu Ishaq sendiri dalam kitab Al-Maghazi mengatakan: “Telah bercerita kepada saya Humaid Ath-Thawil dari Anas, katanya: “Gigi seri Nabi pada waktu perang Uhud, dan wajah beliau luka sehingga mengalirlah darah di wajah beliau. Mulailah beliau mengusap darah yang mengalir di wajahnya seraya berkata : “Bagaimana beruntung suatu kaum yang menodai wajah Nabi mereka dengan darah, padahAl-dia mengajak mereka kembali kepada Rabb mereka”, maka turunlah ayat (128 surat Ali ‘Imran).”

Adapun hadits (riwayat) Tsabit disambungkan sanadnya oleh Al-Imam Muslim dari riwayat Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bahwa Nabi berkata pada peristiwa Uhud dalam keadaan darah mengalir di wajah beliau:

Bagaimana beruntung suatu kaum yang melukai Nabi mereka dan memecahkan gigi serinya, padahAl-dia mengajak mereka kepada Allah“. Maka Allah menurunkan firman-Nya : (Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu)”.

Kemudian Ibnu Hajar menukilkan riwayat Ibnu Hisyam dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri bahwasanya ‘Utbah bin Abi Waqqash-lah yang memecahkan gigi dan bibir Rasulullah bagian bawah, sedangkan ‘Abdullah bin Syihab Az-Zuhri melukai kening Nabi, dan ‘Abdullah bin Qami’ah melukai pelipis beliau sehingga lingkar besi topi baja beliau menembus wajah beliau.

Ibnu Ishaq sebagaimana dinukil Ibnu Hajar menceritakan ucapan Sa’ad bin Abi Waqqash yang mengatakan: “Belum pernah saya berambisi membunuh seseorang sama sekali sebagaimana ambisi saya untuk membunuh saudara saya sendiri ‘Utbah karena perlakuannya terhadap Nabi pada waktu Uhud”.

Ibnul Qayyim menceritakan (dalam kitab Az-Zaad 3/198) bahwa ketika sedang berkecamuknya pertempuran, syaithan berteriak bahwa Muhammad rasulullah telah terbunuh [5]

Ibnu Qami’ah setelah berhasil melukai Rasulullah kembali kepada pasukan musyrikin dan mengatakan bahwa dia telah membunuh Muhammad, padahal dia hanya berhasil melukai kepala beliau. Hal ini menyebabkan semangat sebagian kaum muslimin semakin merosot untuk melanjutkan pertempuran. Sebagian dari mereka melarikan diri, sebagian lagi bertempur hingga gugur sebagai syuhada. Dan satu persatu sahabat-sahabat Rasulullah berguguran.

Imam Bukhari meriwayatkan pula:

“Dari ‘Aisyah, katanya: “Pada waktu perang Uhud, mulanya kaum musyrikin berhasil dikalahkan, maka berteriaklah Iblis yang dilaknat oleh Allah: “Hai hamba Allah, yang terakhir dari kalian”.

Maka kembalilah barisan pertama mereka sehingga bergabung dengan yang terakhir (mengepung kaum muslimin). Hudzaifah melihat, ternyata ayahnya Al-Yaman, diapun berteriak: “Hai hamba Allah itu ayahku, ayahku”. Kata ‘Aisyah: “Mereka mengepungnya lalu membunuhnya.” Kata Hudzaifah: “Semoga Allah mengampuni kamu.”

Abu Dawud Ath-Thayalisi meriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa Abu Bakr kalau teringat peristiwa Uhud menceritakan bahwa itu adalah hari-harinya Thalhah bin ‘Ubaidillah. Saya termasuk orang pertama yang kembali mendekati Rasulullah.

Saya lihat ada seseorang bertempur membela Rasulullah. Ternyata Thalhah yang bertempur dengan hebat hingga putus jari-jarinya. Dia berkata: “Hiss.” Nabi berkata kepadanya: “Seandainya kau ucapkan Bismillah, niscaya para malaikat akan mengangkatmu sedangkan orang banyak melihat.” (Al-Fath 7/451)

Gugurnya Hamzah bin ‘Abdil Muththalib

Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, Dari Ja’far bin ‘Amr bin Umayyah Adh-Dhamri, katanya: “Saya berangkat bersama ‘Ubaidullah bin ‘Adi bin Khiyar. Ketika tiba di Himsh, ‘Ubaidullah bin ‘Adi berkata kepada saya:

Maukah kamu bertemu Wahsyi, lalu kita tanyakan dia tentang pembunuhan terhadap Hamzah?”.

Saya berkata: “Ya.”

Wahsyi ketika itu tinggal di Himsh. Lalu kamipun bertanya tentang dia. Dikatakan kepada kami bahwa dia di bawah naungan rumahnya seakan-akan dia hamit [6].

Kami menemuinya hingga berdiri di dekatnya, lalu kami ucapkan salam kepadanya dan diapun membalas salam kami. Waktu itu ‘Ubaidullah melilitkan sorbannya sehingga yang dilihat Wahsyi hanyalah mata dan kedua kakinya.

Dia berkata: “Hai Wahsyi, kamu kenal saya?

Wahsyi memandangnya kemudian ia berkata: “Tidak, demi Allah. Hanya saja saya tahu ‘Adi bin Khiyar menikah dengan seorang wanita bernama Ummu Qital bintu Abil ‘Ish, lalu melahirkan seorang putera di Makkah. Dan saya mencarikan susuan untuk anak itu. Saya membawa anak itu dan ibunya, lalu saya berikan kepada wanita itu. Seakan-akan saya melihat kedua kakimu.”

‘Ubaidullah membuka sorbannya, lalu berkata: “Maukah kamu ceritakan tentang terbunuhnya Hamzah?

Kata Wahsyi: “Ya. Sesungguhnya Hamzah telah membunuh Thu’aimah bin ‘Adi bin Khiyar dalam perang Badr. Lalu berkatalah majikan saya Jubair bin Muth’im kepada saya: “Kalau kamu bunuh Hamzah sebagai balasan atas pamanku, maka kamu bebas.

Maka ketika orang-orang berangkat tahun ‘ainain –sebuah  gunung setentang Uhud yang dipisahkan sebuah lembah– saya ikut bersama mereka. Ketika mereka telah berbaris, keluarlah Siba’, dia berkata: “Siapa yang maju bertanding?

Lalu keluarlah Hamzah bin ‘Abdil Muththalib menyambut tantangannya, katanya: “Hai Siba’, hai putera Ummu Anmar, pemotong buzhur [7], apakah kamu menentang Allah dan Rasul-Nya ?

Kemudian Hamzah menyerangnya dan berhasil membunuhnya. Lalu saya bersembunyi mengintai Hamzah di bawah sebuah batu besar. Setelah dia mendekat ke arah saya, saya lemparkan tombak saya tepat menembus perutnya. Itulah kematiannya.

Setelah orang-orang kembali, sayapun ikut bersama mereka. Sayapun tinggal di Makkah sampai Islam tersebar di sana. Kemudian saya keluar menuju Thaif. Merekapun mengirim utusan kepada Rasulullah, lalu dikatakan kepada saya bahwa beliau tidak menghardik dan menyakiti para utusan.”

Sayapun berangkat bersama mereka hingga bertemu dengan Rasulullah. Setelah melihat saya beliau bertanya: “Engkau Wahsyi?

Saya berkata: “Ya.” Kata beliau: “Engkau yang membunuh Hamzah?”Saya berkata: “Itulah berita yang sampai kepada anda”. Beliau berkata lagi: “Bisakah engkau jauhkan wajahmu dari saya?”[8].

Sayapun keluar. Setelah Rasulullah wafat, muncullah Musailamah Al-Kadzdzab (Si Pendusta) [9].

Saya bertekad akan keluar menghadapinya. Mudah-mudahan saya dapat membunuhnya sebagai tebusan atas terbunuhnya Hamzah [10].

Maka saya keluar bersama kaum muslimin. Kemudian terjadilah sebagaimana yang terjadi. Ternyata ada seseorang berdiri di rekahan sebuah dinding seakan-akan seekor unta kelabu yang kusut rambutnya, lantas saya lemparkan tombak tepat menembus kedua dadanya hingga ke tulang belikatnya. Lalu melompatlah seseorang dari Anshar [11] lalu mene-bas kepalanya.”

Kata rawi: Abdullah bin Al-Fadhl [12] berkata: “Sulaiman bin Yasar menceritakan kepada saya bahwa dia mendengar ‘Abdillah bin ‘Umar berkata: “Seorang budak wanita berkata dari atas balkon sebuah rumah: “Tolong, Amirul Mukminin (yakni Musailamah) dibunuh seorang budak hitam (Wahsyi)”.

Beberapa ahli tarikh menceritakan kekalahan ini dan menerangkan bahwa kaum muslimin yang tewas dalam perang Uhud adalah sekitar tujuh puluh orang.

***

Ditulis oleh al-Ustadz Abu Muhammad Harits Abrar

Footnote :

  1. Pentahqiq Zadul Ma’ad mengatakan hadits ini dikuatkan oleh riwayat Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma yang dikeluarkan oleh Ahmad dan al-Hakim serta dinyatakan sahih oleh al-Imam adz-Dzahabi.
  2. Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam Sirah-nya
  3. Sanadnya jayyid, lihat tahqiq Zadul Ma’ad, 3/200.
  4. Al-Quran surat Ali ‘Imran ayat 128.
  5. Lihat juga Tafsir Ibnu Katsir t ketika menerangkan ayat 144 surat Ali ‘Imran.
  6. Maksudnya hitam dan gemuk.
  7. Wanita yang bekerja mengkhitan perempuan. Dan kalimat ini adalah ejekan yang sangat menyakitkan bagi yang mendengarnya. Wallahu a’lam.
  8. Yakni, jangan sampai melihat Rasulullah n, wallahu a’lam.
  9. Yang mengaku-aku Nabi.
  10. Dalam riwayat lain dia menyatakan: “Saya telah membunuh sebaik-baik manusia (setelah Rasulullah n), dan sejahat-jahat manusia (yaitu Musailamah). Wallahu a’lam.
  11. Yaitu ‘Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Mazini.
  12. Ibnu ‘Abbas bin Rabi’ah bin Al-Harits bin ‘Abdil Muththalib Al-Hasyimi Al-Madini, dari kalangan tabi’in kecil (setingkat Az-Zuhri atau yang semasa dengan beliau). Wallahu a’lam.

Selengkapnya dalam sumber :

2 responses to “Perang Uhud, Kekalahan Perang Pertama Akibat Kelalaian

  1. Ping balik: Kumpulan Artikel Seputar Sirah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam (2) | Abu Zahra Hanifa

  2. Ping balik: Kumpulan Artikel Seputar Sirah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam (2) | Abu Zahra Hanifa

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s